BPKPAD Sukoharjo mencatat rata-rata nilai piutang stagnan pada kisaran Rp5 miliar.
Artinya tidak lebih atau kurang setiap tahun. Kalaupun ada kelebihan selisihnya tidak terlalu banyak. Angka tersebut terus ditekan BPKPAD Sukoharjo dengan berbagai upaya.
Piutang PBB muncul setiap tahun karena beberapa faktor penyebab. Salah satu terbesarnya yakni karena wajib pajak tidak diketahui keberadaannya dan hanya meninggalkan aset saja di wilayah Kabupaten Sukoharjo.
Bentuk aset tersebut seperti tanah kosong, sawah, pekarangan, rumah tempat tinggal, rumah toko (ruko), toko dan pabrik atau industri.
Baca Juga: Barcelona Tumbang 0-1 di Markas Almeria, Masih Unggul Tujuh Poin dari Real Madrid di Puncak Klasemen
Keberadaan aset dari wajib pajak tersebut tetap masuk dalam penghitungan PBB Kabupaten Sukoharjo setiap tahun.
Nilai masing-masing PBB yang harus dibayarkan oleh wajib pajak bervariasi mulai dari ribuan, puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
Kewajiban tersebut tidak segera dibayarkan wajib pajak sampai batas waktu atau jatuh tempo tanggal 30 September setiap tahun maka muncul piutang.
Nilai piutang semakin bertambah besar dengan munculnya sanksi berupa denda kepada wajib pajak.
Nilai piutang akan terus terakumulasi setiap tahun apabila wajib pajak tidak segera melakukan pelunasan pembayaran PBB.
Aset wajib pajak yang ditinggalkan hingga menimbulkan piutang menurut catatan BPKPAD Sukoharjo tersebar di sejumlah wilayah.
Seperti di Kecamatan Grogol, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Kartasura dan lainnya. Kondisi aset tersebut dibiarkan mangkrak begitu saja oleh pemiliknya.
BPKPAD Sukoharjo terkait aset dari wajib pajak tersebut tetap sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Baca Juga: Hadiri kirab budaya Kepuharjo, Wabup Sleman ajak generasi muda lestarikan warisan budaya