Kondisi tersebut dianggap wajar karena disatu sisi pengusaha berharap tetap bisa membayar upah buruh dengan nilai yang terjangkau perusahaan.
Sedangkan disisi lain buruh meminta kenaikan upah untuk mengimbangi tingginya biaya hidup dampak naiknya harga kebutuhan pokok seperti pangan, pendidikan, listrik, bahan bakar minyak (BBM) dan lainnya. Pemerintah dalam hal ini berada ditengah untuk mengakomodir kebutuhan pengusaha dan buruh.
Pada pembahasan UMK 2026 ini sudah dilakukan beberapa kali pertemuan. Meski begitu belum menghasilkan keputusan pengajuan angka usulan upah. Hal ini terjadi karena Pemkab Sukoharjo masih menunggu regulasi dari pemerintah pusat.
"Harapannya besaran UMK 2026 yang akan ditetapkan pemerintah bisa diterima pengusaha dan buruh. Ini penting karena kedua belah pihak yang akan melaksanakan. Pengusaha wajib membayar upah dan buruh berhak menerima upah. Jadi berapapun angka yang diputuskan pemerintah harus bisa diterima," ujarnya.
Disperinaker Sukoharjo saat ini sudah melakukan komunikasi dengan pihak pengusaha yang berharap ada keringanan. Artinya kenaikan upah tidak terlalu signifikan mengingat kondisi ekonomi sekarang sedang lesu. Apabila kenaikan UMK 2026 terlalu tinggi maka dikhawatirkan sangat berdampak kepada para pengusaha.
Kekhawatiran tersebut beralasan karena kondisi ekonomi pengusaha sekarang belum stabil. Hal ini terlihat dengan sepinya pesanan barang dari pasar.
"Para pengusaha khawatir beban membayar UMK 2026 yang tinggi berdampak pada ketidakstabilan perusahaan dan bisa berpengaruh pengurangan buruh atau karyawan," katanya.
Baca Juga: Keterlaluan, Mobil SPPG untuk Angkut Sangkar Burung Merpati di Batang
Sumarno menjelaskan, sedangkan pihak buruh berharap ada kenaikan UMK 2026 yang signifikan. Sebab kondisi buruh sekarang memiliki beban hidup berat memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini terlihat dengan adanya kenaikan harga kebutuhan pokok seperti pangan, pendidikan, BBM dan lainnya.
Buruh Sukoharjo meminta kenaikan UMK tahun 2026 minimal 6,5 persen dan maksimal 8,5 persen. Upah juga harus ditetapkan dengan berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) karena dianggap riil dengan kebutuhan hidup buruh. Keputusan pasti besaran upah baru akan diputuskan menunggu regulasi yang hingga sekarang belum ditetapkan pemerintah.
Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) sekaligus Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo, Sukarno, mengatakan, FPB Sukoharjo sudah melakukan koordinasi internal melibatkan serikat buruh disejumlah perusahaan di Kabupaten Sukoharjo.
Koordinasi kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan survei KHL di Pasar Kartasura dan Pasar Ir Soekarno Sukoharjo.
FPB Sukoharjo tetap berpedoman pada hasil survei KHL sebagai dasar penetapan UMK. Pengajuan tersebut dilakukan setiap tahun kepada Pemkab Sukoharjo sebagai gambaran angka kebutuhan riil di masyarakat.
"Sampai saat ini pemerintah belum mengeluarkan regulasi penentuan UMK tahun 2025. Kami masih menunggu. Tapi buruh Sukoharjo tetap meminta KHL sebagai dasar penetapan UMK.