nasional

Sertifikat Tanah Periode 1961-1997 Rawan Diserobot, Ini Kata Menteri Nusron

Kamis, 20 Maret 2025 | 07:00 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid (tengah) dalam diskusi bersama awak media di Jakarta, Rabu (19/3/2025). (ANTARA/Harianto)

HARIAN MERAPI - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sertifikat tanah yang terbit pada tahun 1961 hingga 1997, berpotensi rawan diserobot karena tidak dilengkapi dengan peta kadastral (batas kepemilikan tanah) yang jelas, sehingga lokasi tanah sering tidak diketahui.

Nusron dalam diskusi bersama awak media di Jakarta, Rabu (19/3), menegaskan pentingnya transformasi sertifikat tanah periode 1961-1997 ke elektronik untuk menghindari risiko penyerobotan lahan yang dapat merugikan pemiliknya.

"Ada sertifikatnya, di belakangnya tidak ada peta kadastral sehingga itu potensi tidak diketahui di mana lokasinya dan potensi bisa diserobot orang," kata Nusron dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: Gubernur Bali Tindak Tegas Wisatawan Nakal Mulai Pekan Depan

Oleh karena itu, dia mengimbau agar momentum Idul Fitri 2025/1446 Hijriah dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki sertifikat tanah 1961-1997, di mana BPN menyebut sebagai sertifikat KW-456, untuk mengubahnya menjadi sertifikat elektronik yang dilengkapi dengan peta kadastral.

"Mumpung momentum Idul Fitri, ngumpul keluarga di kampung masing-masing, kalau bisa dimigrasi/ditransformasi ke sertifikat elektronik supaya langsung ada peta kadastralnya," ujar Nusron.

Hal ini penting agar pemilik tanah dapat dengan mudah mengetahui lokasi dan batas tanah mereka, serta mengurangi kemungkinan penyerobotan yang bisa merugikan pemilik tanah tersebut.

Baca Juga: Selama libur Lebaran 2025, peserta BPJS Kesehatan peroleh layanan di mana saja

Meskipun selama Lebaran banyak kantor tutup, Nusron memastikan bahwa kantor BPN di beberapa wilayah tertentu tetap membuka pelayanan dasar untuk membantu masyarakat yang ingin memproses perubahan sertifikat tanah mereka.

Pelayanan dasar yang diberikan meliputi proses balik nama sertifikat serta pengecekan dan pemadanan data sertifikat yang masih menggunakan format lama agar segera diproses ke format elektronik.

Menurut Nusron, masalah pertanahan di Indonesia sangat kompleks, dan tanah menjadi cermin dari masalah sosial. Sertifikat tanah yang terbit pada masa lalu sering kali mengalami tumpang tindih, terutama di kawasan-kawasan padat penduduk seperti Jabodetabek.

Baca Juga: Mendag Budi Santoso segel SPBU di Bogor usai diduga curangi takaran BBM, sebut kerugian capai Rp3,4 M

Di daerah seperti Jakarta, banyak orang yang tidak mengetahui riwayat tanah mereka, sehingga dapat terjadi perselisihan atau klaim yang saling bertentangan antara pemilik tanah yang satu dengan yang lain.

Oleh karena itu, dengan teknologi yang ada sekarang, seperti aplikasi BHUMI ATR/BPN dan sistem koordinat, diharapkan dapat mempermudah penyelesaian sengketa pertanahan, yang dulu sulit diselesaikan akibat terbatasnya informasi dan teknologi yang ada.

Ia menyebutkan bahwa saat ini jumlah sertifikat KW-456 mencapai 13,8 juta bidang tanah dan banyak masalah tumpang tindih terjadi di kawasan Jabodetabek, karena banyak warga yang tidak mengetahui batas-batas dan riwayat tanah mereka.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB