Maulid Nabi dan Kisah Sultonah

photo author
- Sabtu, 6 September 2025 | 21:33 WIB
Pengajian NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Nitiprayan memperingati Maulid Nabi Muhammad.  (Foto: Dok. Istimewa)
Pengajian NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Nitiprayan memperingati Maulid Nabi Muhammad. (Foto: Dok. Istimewa)
 
HARIAN MERAPI - Nitiprayan Bantul kembali dipenuhi cahaya pada Sabtu sore, (6/9/2025). Di Alamo Homestay, para jamaah berkumpul dalam rangka Pengajian NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) yang kali ini digelar khusus memperingati Maulid Nabi Muhammad.
 
Acara sederhana namun penuh makna ini dipimpin oleh Ustadz Eko Priatno, dengan Widodo Brontowiyono sebagai penanggung jawab kegiatan.
 
 
Maulid bukan sekadar mengenang kelahiran seorang tokoh sejarah. Lebih dari itu, maulid adalah momen membangkitkan kembali cinta dan rindu kepada Rasulullah. Beliau adalah rahmat bagi semesta, pembawa cahaya di tengah kegelapan, dan teladan abadi bagi umat manusia.
 
Suasana semakin syahdu ketika jamaah bersama-sama membaca Kitab Al-Barzanji, untaian doa dan syair yang menggambarkan perjalanan hidup Nabi. Lantunan itu membuat hati bergetar, seakan menyaksikan kembali kelahiran sang cahaya dunia.
 
 
“Rasulullah bukan hanya dikenang, tapi diteladani. Shalawat yang kita lantunkan adalah bahasa cinta, sekaligus janji kesetiaan kita untuk mengikuti akhlak beliau,” ujar Ustadz Eko dalam tausiyahnya yang menyentuh hati.
 
Pengajian ini juga menghadirkan kisah tentang Sultonah, seorang wali perempuan yang hidupnya dipenuhi kerinduan kepada Rasulullah. Beliau menempuh jalan cinta dengan istiqamah dalam bershalawat, hingga Allah berkenan mempertemukannya dengan Nabi dalam mimpi.
 
 
Pesan dari kisah ini begitu mendalam: siapapun dapat mencapai kemuliaan di sisi Allah jika hatinya penuh cinta kepada Nabi dan setia meneladani akhlaknya.
 
Di tengah derasnya arus dunia modern yang kerap melupakan nilai-nilai luhur, pengajian sederhana ini menjadi oase. Lantunan shalawat, doa, dan kisah-kisah inspiratif mengingatkan jamaah bahwa hidup ini bermakna jika dijalani dengan kasih sayang, kejujuran, dan kepedulian – sifat-sifat yang diwariskan Rasulullah.
 
“Maulid harus menjadi momentum untuk memperbaiki diri. Jika Rasulullah adalah cahaya, maka tugas kita adalah menjadi pantulan cahaya itu, sekecil apapun peran kita di masyarakat,” tambah Widodo Brontowiyono.
 
 
Suasana haru terasa saat jamaah bersama-sama berdoa agar diberi kekuatan meneladani Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga kepedulian sosial: membantu tetangga, menjaga lingkungan, dan menebar senyum sebagai sedekah.
 
Dari Nitiprayan, pesan ini dipancarkan ke seluruh penjuru: Cinta Rasulullah harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Dengan begitu, maulid bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi energi yang terus menghidupkan langkah-langkah kebaikan.
 
Pengajian NgaSSo di Alamo Homestay kali ini bukan sekadar acara. Ia adalah pengingat, bahwa Rasulullah hadir dalam setiap shalawat yang kita ucapkan, dalam setiap kisah wali yang kita renungkan, dan dalam setiap kebaikan yang kita sebarkan.
 
Semoga maulid ini menjadi suluh, agar hidup kita lebih bercahaya, hati kita lebih lapang, dan langkah kita selalu menuju kebaikan. *

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Pengangguran Curi Motor Mahasiswa di Warung Kopi

Rabu, 3 Desember 2025 | 08:00 WIB
X