"Satu batang pohon kopi itu bisa menghasilkan panen setengah kilo kering. Saat ini harga kopi arabika Rp100 ribu perkilogram, dan robusta Rp70-Rp80 ribu perkilo kering," ujar Ngadiman.
Sembari menunggu panenan kopi, warga setempat memanfaatkan ladang dengan menanam palawija, kapulogo, talas, dan sayuran. Warga juga menanam pohon albasia yang dalam lima tahun bisa ditebang untuk dijual.
"Kami pernah menanam jagung tapi habis diserang monyet ekor panjang. Sekarang lebih memilih tanaman yang bisa dimanfaatkan warga," imbuhnya.
Kopi Suroloyo sendiri merupakan produk kopi Menoreh yang sudah mendapatkan hak merek dari Kemenkum dan HAM. Tujuannya agar lebih dikenal dan memudahkan penyerapan dan distribusi yang dikelola kelompok tani masyarakat.
Baca Juga: Komeng: Teh Lebih Membumi di Indonesia, Tapi Orang Kenalnya Warkop, Nggak Ada War-Teh
Windarno, pemilik Kopi Suroloyo mengatakan, kopi Suroloyo yang dibudidayakan warga memiliki kualitas yang tidak kalah dengan daerah penghasil kopi lainnya. Meski secara geografis masih kurang tinggi, namun iklim yang sejuk di puncak Suroloyo sangat mendukung budidaya kopi arabika dan robusta.
Windarno kerap memberikan pelatihan, pendampingan serta berbagi ilmu membuat dan mengemas setiap biji kopi menjadi seduhan nikmat.
"Kopi yang kualitas biasa dijual di pasar tradisional. Sedang yang bagus dijual di kedai-kedai kopi, dan restoran, kami sudah punya pelanggan tetap," imbuh Pak Dukuh. *