HARIAN MERAPI - Pihak berwenang didesak supaya menolak permintaan izin rencana aksi demo masalah kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan (PBB-P2) Pati tahun 2025 hingga 250%, jika waktunya dilakukan secara bersamaan, antara yang digelar pihak yang kontra dengan kalangan yang pro.
Demikian diungkapkan Direktur Lembaga Djoeang, Fatkurochman SH MH, saat membedah isu demo kenaikan PBB-P2 di Pati, Selasa (29/7/2025).
Dikatakannya, jika demo waktunya bersamaan, akan mengundang banyak kerawanan.
Baca Juga: Rojali dan Rohana: Fenomena 'Window Shopping' Era Digital, Lebih dari Sekadar Cuci Mata
Misalnya, kemungkinan terjadinya kekerasan phisik peserta demo, dan kasihan terhadap petugas keamanan, karena akan bekerja secara ekstra.
"Ingat, ancangan demo yang informasinya akan digelar 13 Agustus, sudah mendapat perhatian khusus, dari sejumlah pimpinan nasional di Jakarta," kata Fatkurochman.
"Pati itu ibarat laboratarium politik. Seperti kejadian demo rasis tahun 1980. Lalu demo perlunya UUDesa. Kemudian kejadian penggantian calon bupati/wakil bupati dan PSU (2013)," katanya.
"Maka pada demo masalah PBB-P2 nanti, supaya hari pelaksanaannya dibedakan bagi yang pro dengan yang kontra," lanjutnya.
Baca Juga: Mengenang Kwik Kian Gie, ekonom yang berani check and balances kebijakan pemerintah
Diakuinya, hingga saat ini ajakan demo di sosmed, memang gaungnya sudah luar biasa. Tetapi, belum ditemukan titik sentral tempat simpul pergerakan.
Sebagaimana diketahui, Fatkurochman awalnya sering mengkritisi kebijaksanaan Bupati Sudewo.
Namun sejak pertengahan Juli ini, memilih mendukung keputusan Bupati Pati yang berpihak ke rakyat.
Sementara itu, Bupati Sudewo mengaku tidak keberatan jika ada masyarakat yang ingin menggelar aksi demo.
Baca Juga: Ada Laptop, Obat-obatan, dan Belanjaan dari Mal dalam Tas Diplomat Arya Daru yang Ditemukan di Rooftop
"Silakan demo. Tetapi saya tidak akan mengubah keputusan masalah pajak," tegasnya. *