HARIAN MERAPI - Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja harus dihukum berat dan maksimal atas dugaan mencabuli dan merekam tiga anaknya yang masih di bawah umur.
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengatakan bahwa AKBP Fajar juga terindikasi penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu.
"Harus dihukum maksimal. Apalagi, dia sebagai Kapolres seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," kata Selly dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Meskipun saat ini AKBP Fajar sudah dicopot dari jabatannya dan tengah berproses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di lingkungan Polri. Namun, dia menegaskan bahwa hal itu tidak memberikan rasa puas bagi hukum di negara ini.
Baca Juga: Ini kiat yang bisa dilakukan ketika teman mengalami perundungan di sekolah, jangan hanya diam
Merujuk dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dia mendesak hukuman maksimal wajib diberikan kepada lulusan Akpol pada tahun 2004 ini.
Jeratan Pasal 13 UU TPKS bisa diberikan kepada yang bersangkutan dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah dan keluarga, hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun.
Selain berkaca dari konsumsi narkotika yang ada, AKBP Fajar melanggar Pasal 127 ayat (1) sebagaimana UU Narkotika.
"Artinya bila di-juncto-kan, serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Akan tetapi, karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," ujarnya seperti dilansir Antara.
Terlepas dari kebejatan pelaku, mengutip mandat Ketua DPR RI Puan Maharani, Selly juga meminta agar perlindungan terhadap anak dan perempuan menjadi prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh dibiarkan terjadi di institusi mana pun, terlebih kejahatan ini masuk dalam lingkup aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda depan dalam memberikan perlindungan.
"Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan," tambah Selly.
Komitmen hukum demikian, kata dia, selaras dengan partai yang kini dikomandoi Ketua DPR RI Puan Maharani senantiasa menekankan pentingnya menjaga harkat dan martabat perempuan serta anak dalam berbagai kebijakan dan perundang-undangan.
Baca Juga: Pasokan Barang Ditambah, Harga Pangan di Sukoharjo Mulai Turun