Sedangkan Prof. Iwan Satriawan menyatakan, kemunduran demokrasi harus dilihat dari sejauh mana proses demokratisasi memberikan dampak kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Hal ini karena amanat konstitusi yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Berdasarkan laporan Democracy Index 2023: Age of Conflict, Indonesia berada di peringkat ke-56 dengan skor 6,53, turun dua tingkat dari tahun 2022 (skor 6,71).
Dengan skor tersebut, Indonesia termasuk dalam kategori demokrasi yang cacat. Data serupa ditunjukkan oleh Freedom House, yang melaporkan, nilai indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 pada tahun 2019 menjadi 57 pada 2024.
“Ada beberapa hal yang menjadi pemicu kemunduran demokrasi di Indonesia. Pertama, politik dinasti yang dilancarkan dengan berbagai siasat,” terangnya.
Baca Juga: Tingkatkan Kepatuhan pajak, Presiden Prabowo Bentuk Komite Transformasi Digital
Menurutnya, tak ada yang salah dengan politik dinasti, setiap orang berhak mencalonkan diri, asal sistem hukumnya terselenggara dengan baik dan aparat hukumnya netral.
Ditambah lagi, penyelenggara pemilunya adil, jaksa, MK netral, semua orang punya hak berekspresi dan berbicara. Tetapi, praktik politik bisa jadi berjalan lain.
Kedua, diskriminasi yang sering dialami oleh kelompok dan penganut kepercayaan minoritas. Ketiga, kebebasan berpendapat di kalangan akademisi dan mahasiswa mendapat kekangan pemerintah.
Bahkan, ada kriminalisasi terhadap aktivis dan penangkapan para demonstran yang mengkritik dan menentang kebijakan pemerintah. Padahal, warga negara Indonesia sebetulnya hanya menginginkan beberapa hal dasar.
Baca Juga: Jalan Rusak di Bangsri Makan Korban, DPRD Jepara Desak Perbaikan
“Pertama, jaminan hak hidup yang aman, tak diintimidasi. Kedua, kebebasan untuk hidup, memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, gaji yang layak, rumah yang layak, pendidikan yang baik, dan akses kesehatan yang memadai,” jelas Prof Iwan. *