“Kamu melihat kan Sut?” tanya Pak Daldiri, Sutiyono mengangguk-angguk.
“Tampaknya, anak keduamu yang sudah tidur lelap yang hendak diserangnya.
Sebaiknya agar anak itu kamu pangku di halaman saja, supaya aku leluasa membekuknya.
Benar! Belum lama anak itu dipangku, lidah-lidah api berhambur di udara, dan satu dua, nylorot ke bawah hendak mengenai anak Setiyono yang dipangku.
“Tetap tenang Sut! Aku akan membekuk semuanya, hingga pimpinanya!” tukas Pak Daldiri sambil menangkap lidah api itu kemudian dimasukkan ke kantong yang sudah disiapkan.
Semakin gencar serangannya, semakin gesit gerakan-gerakan Pak Daldiri menangkap lidah-lidah api, dan memasukan ke kantong.
Dan hingga larut malam, “Hup!” teriaknya sambil melompat.
”Sudah tertangkap Sut! Ini pimpinanya, selesai sudah!” lanjutnya meminta anaknya ditidurkan kembali di dalam.
Setelah semua tertidur lelap. “Ini!” tunjuknya, sambil mengangkat kantong yang penuh bulatan-bulatan, kantong itu tampak gerak bergejolak.
“Ini besok akan aku larung di selatan, dan akan ultimatum, jika masih berani mengganggu keluargamu, akan kutumpas. Sutiyono tampak lega,
“Mudah-mudahan Pak Daldiri, besok saya ikut,” sahut Sutiyono yang diiskan Pak Daldiri. (Seperti dikisahkan Umi Lestari di Koran Merapi) *