harianmerapi.com - Hati-hati jika diajak orang yang tidak dikenal, bisa jadi ia lelembut yang menyamar untuk mengajak ke pengalaman mistis.
Setiap menjalankan ibadah puasa, Panggih (bukan nama sebenarnya), pemuda pengangguran ini tidak pernah tuntas.
Ibarat kendang, banyak yang bolong-bolong. Atau kerap terputus ketika bulan Ramadan belum habis.
Namun, dia tidak pernah lupa melakukan ritual padusan, sehari menjelang puasa.
Hari itu adalah hari terakhir bulan Ruwah. Panggih berjalan menuju rumah Marju (nama samaran), sobat kentalnya.
Dia sudah janjian akan mandi padusan bersama di Sendang Tuk Buntung yang terkenal sangat jernih airnya.
Belum sampai di rumah sobatnya, seorang anak kecil berlari menyusulnya. “Mas, aku ikut”, ujarnya dengan nafas terengah- engah.
“Ya pamit orangtuamu dulu. Nanti kamu dicari,” jawab Panggih, tidak peduli itu anak siapa.
Sampai di rumah sobatnya, Marju telah siap dan ketiganya pun berjalan menuju Sendang Tuk Buntung.
Di tengah jalan, anak kecil itu usul, agar mandi di Sendang Kenongo saja.
“Di sana airnya wangi”, ujar bocah itu meyakinkan. Ditanya dimana lokasi sendang Kenongo, bocah tersebut sanggup menunjukkan.
“Tidak jauh kok. Itu kan sendang tiban”, jawab bocah itu mantab. “Nah...tuh sendangnya,” teriak anak kecil itu kegirangan.
Memang, dari situ hidung Panggih sudah mencium bau harum. Wangi bagai kembang Kenongo.