“Lho kok berubah menjadi bau bangkai?” gumam Surat dalam hati.
Dengan bersungut-sungut dia terus saja mengayuh becaknya.
Baca Juga: Terdampar di kerajaan jin 2: Ridho takjub melihat kerajaan di dasar laut dan bertemu banyak orang
“Hati-hati, Mas. Hampir sampai perempatan Suryobrantan. Jalannya agak menurun,” penumpangnya mengingatkan.
Surat siaga. Tangan kanannya menekan rem. Sesampai di perempatan becaknya dibelokkan ke arah utara.
“Di depan tu, Mas. Kira-kira duaratus meter lagi”, ujar penumpangnya lagi.
Sementara itu bau bangkai semakin menjadi-jadi. Kedua tangannya ingin menutup hidung tapi kawatir becaknya oleng.
“Kenapa to, Mas. Kok tampaknya sampeyan bekah-bekuh? Badan saya mambu ya?” tanya lelaki penumpangnya.
“Tidak, Pak. Ini pasti bau bangkai tikus.” Surat menjawab sekenanya. Mau menjawab jujur, takut lelaki itu naik pitam.
“Ngawur saja sampeyan, Mas. Bukan bau bangkai tikus. Ini bau mayit. Mayitnya…, ya saya ini”, ujar lelaki penumpang becaknya.
Dalam hitungan detik penumpangnya hilang dari pandangan mata Surat, melesat ke arah barat.
Memang, kala itu, 200 meter utara prapatan Suryobrantan sebelah barat jalan, adalah sebuah kuburan. Tidak begitu luas namun angker. (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *