Penyesalan Sepanjang Hayat Setelah Mencampakkan Darah Dagingnya Sendiri

photo author
- Minggu, 1 Agustus 2021 | 06:46 WIB
Bayi hasil hubungan terlarang itu terpaksa diserahkan pada orang lain untuk menutup aib.        (Shibe)
Bayi hasil hubungan terlarang itu terpaksa diserahkan pada orang lain untuk menutup aib. (Shibe)

Bu Parsiyah pun riang bukan kepalang. Dia merasa tidak keberatan untuk merawat bayi orang lain, sekalipun kehidupannya tergolong pas-pasan. Penghasilan suaminya sebagai buruh serabutan, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Namun ia tidak memikirkan sama sekali janji orang tua si bayi, yang anggup mengirim biaya perawatan setiap bulannya. Diberi kepercayaan untuk menjadi pengasuh bayi saja dianggapnya sebuah anugerah. Dan Parsiyah berjanji akan merawat bayi merah tersebut sebagaimana layaknya anak kandung sendiri.

Mengasuh anak pungut ternyata tak semudah yang dibayangkan Parsiyah sejak awal. Banyak ujian yang harus dilalui, baik menyangkut masalah intern keluarga maupun faktor luar, terutama yang terkait dengan pergaulan di tengah masyarakat.

Sesaat setelah menerima bayi tersebut dari orang tuanya, kehidupan rumah tangga Parsiyah memang terlihat ceria. Meski agak repot, namun suasana rumah menjadi lebih berwarna oleh suara tangis dan tawa bayi yang masih polos. Soal biaya juga tidak jadi masalah, karena ada kiriman dari orang tua si bayi.

Baca Juga: Tiga Anak di Begajah Sukoharjo Jadi Yatim Piatu, Setelah Orangtuanya Terpapar Covid-19

Namun ternyata kiriman itu hanya berlangsung selama tiga bulan. Pada bulan keempat dan seterusnya, tidak ada lagi kiriman uang. Bahkan tidak terdengar kabar sama sekali tentang keberadaan orang tua si bayi. Parsiyah sudah mencoba menghubungi lewat telpon dan mencari alamat kos maupun di kampus tempat sang ibunya kuliah, semuanya tidak ada hasil. Orang tua si bayi seakan lenyap di telan bumi.

Akhirnya Parsiyah harus keluar biaya sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhan bayinya. Padahal untuk biaya hidup sehari-hari, dia selama ini terhitung pas-pasan dan cenderung kurang. Toh demikian, ada saja rezeki datang tak terduga sehingga dalam hal perawatan si bayi tak pernah kekurangan. Apakah itu rezeki dari pekerjaan suaminya maupun dari para tetangga yang merasa kasihan melihat bayi mungil ditinggal begitu saja oleh kedua orang tuanya.

Tapi tak semua tetangganya berbaik hati. Namanya orang, maka pasti aneka macam pula karakternya. Tak sedikit yang menggunjing keluarga Parsiyah, soal bayi yang mereka rawat. Ada yang mencibir karena keluarga Parsiyah yang sebenarnya sederhana, kok mau dibebani merawat bayi. Sementara ada pula yang merasa iri, sehingga justru menyebarkan berita-berita buruk ke tengah masyarakat.

Baca Juga: Cabe Jawa Bahan Jamu Tradisional Turun Temurun untuk Mengatasi Rematik dan Pegal Linu

Semua itu dihadapi Parsiyah dengan sabar. Ia tahu, orang sabar pasti disayang Tuhan. Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat." (HR. Turmudzi).

Kesabaran dan ketelatenan Parsiyah dalam mengasuh anak angkatnya tersebut, akhirnya berbuah manis. Dari awal ia memang telah memberi bekal agama kepada si anak lewat arahannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari maupun TPA di masjid terdekat. Ia juga menyekolahkan si anak hingga lulus SMA, semua di sekolah yang berbasis agama. Meski bukan anak kandung sendiri, Parsiyah merasa punya tanggung jawab moral atas masa depan anak yang diasuhnya, sehingga benar-benar mengarahkan ke hal kebaikan. Ia bangga, kini anak yang diasuhnya dengan penuh kasih sayang, telah tumbuh besar menjadi anak solehah.

Pada saat bersamaan di tempat lain, Bu Vera sedang tergopoh-gopoh bergegas menuju kantor. Sebagai seorang pimpinan sebuah perusahaan, menjelang akhir bulan banyak surat-surat yang harus dipelajari dan segera ditandatangani. Suasana kantor masih sepi, sehingga Bu Vera berharap bisa bekerja lebih tenang.

Baca Juga: Kementerian Koperasi Sediakan 300 Ribu Vaksin untuk Pelaku UMKM di Jawa Timur

Dia duduk di kursi kerjanya yang empuk. Saat akan membuka map pertama, matanya tertumbuk pada kalender di ujung meja. Hatinya pun berdesir melihat tanggal yang sengaja ia lingkari.

Bu Vera masih ingat betul, ada kejadian yang masih melekat di benaknya. Kala itu, dia bersama kekasihnya yang sama-sama masih kuliah, bersembunyi di rumah seorang bidan di pinggiran kota. Masih terngiang jelas di telinganya, suara tangis bayi merah yang baru saja keluar dari rahimnya. Ya, tepat hari ini 17 tahun silam, ia melahirkan seorang jabang bayi perempuan, hasil hubungan gelap dengan sang pacar.

Karena takut dengan orang tuanya, mereka sepakat untuk menitipkan sang bayi pada sebuah keluarga sederhana. Awalnya ia masih sempat beberapa kali menemui putri mungilnya sekaligus memberi biaya perawatan. Namun lantaran kesibukan kuliah dan takut ketahuan orang tuanya, maka dengan berat hati ia harus meninggalkan si buah hati. Bahkan hubungan dengan pacarnya juga mengalami kegagalan. Namun ia akhirnya berhasil lulus dan kini melanjutkan usaha orang tuanya menangani sebuah perusahaan cukup besar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Rekomendasi

Terkini

Filosofi laron dalam masyarakat Jawa

Senin, 28 April 2025 | 14:45 WIB
X