Menyiasati akan keterbatasan waktunya.
Jadilah, tiga piring masing-masing berisi sepuluh biji apem, ketan, dan kolak,
ditata di atas meja kecil yang ada di dalam ‘senthong tengah’ rumah kuna, warisan dari orangtua Bu Sujak.
Sebagai sesaji bagi leluhur Bu Sujak.
“Nah, akhirnya beres juga semuanya.
Sajian beres, pekerjaan juga beres. Tidak terganggu”, ujar Bu Sujak dengan tersenyum puas.
Seperti biasanya, setelah sehari-semalam disajikan, kuwe apem, ketan, dan kolak tersebut akan ‘dilorot’ oleh Bu Sujak.
Betapa kaget dan herannya Bu Sujak ketika masuk ‘senthong tengah’.
Kue apem, ketan, dan kolak sudah tidak lagi berada di atas piring.
Sudah berpindah tempat dan bercampur menjadi satu di sebuah besek bambu.
Tidak lagi berbentuk apem. Namun sudah berubah menjadi cuilan-cuilan kecil, campur aduk dengan ketan dan kolak.
Dan tampaknya seperti sengaja diaduk-aduk.
Tidak hanya itu. Terlihat juga beberapa ekor cacing tanah berwarna kemerahan di sela-sela adukan itu.