Seperti ingin meluapkan kekesalannya, sosok lelaki itu menendang rombong yang dipikul Pak Diyo, ke arah samping.
Berakibat fatal. Rombong Pak Diyo menjadi berputar seperti baling-baling tertiup angin.
‘Mubeng nggangser’ bagai gasing, mainan anak tempo dulu.
Pak Diyo yang berdiri di tengah-tengah bagaikan sumbunya.
Setelah berputar beberapa kali...bruk! Pak Diyo dan kedua rombongnya ambruk.
Beruntung ada seorang petugas ronda memergokinya.
Pak Diyo lalu menceriterakan kejadian yang baru saja dialaminya.
“Yang memanggil sampeyan tadi laki-laki tinggi besar berbaju koko dan celana komprang warna hitam?”, tanya peronda.
Pak Diyo mengangguk dan menambah keterangannya: “Dan matanya mencorong merah, Pak”.
Baca Juga: Misteri Mbah Drono dan pencuri sakti 1: Berguru mencari kekebalan dan menguasai berbagai ajian
Dari peronda itu Pak Diyo baru faham jika dia telah berhadapan dengan makhluk halus penghuni pohon preh besar yang tidak jauh dari tempat tersebut.
“Yah, hati-hati saja, Pak lewat tempat ini. Tapi sampeyan begja. Ini merupakan firasat, sampeyan akan mendapat rezeki”, ujar petugas ronda tersebut.
Benar juga. Tiga hari kemudian, sore-sore ada seseorang datang ke rumah Pak Diyo.
Memborong dagangan yang akan dijajakan malam itu.
Katanya, sate dan lontong itu diborong untuk pesta syukuran atas keberhasilan anaknya yang lulus dalam penerimaan pegawai negeri sipil. - semua nama samaran - (Seperti dikisahkan Andreas Seta RD) *