Sedangkan di sebelah selatan tumbuh pohon Preh, di sebelah barat dan sebelah timur masing-masing tumbuh pohon Bulu yang begitu lebat tajuknya dan nampak sangat subur.
Barangkali di dekat pohon-pohon itulah tersembunyi mata air.
Yang jadi persoalan adalah di kedalaman berapa meterkah mata air itu berada dan bagaimana mesti menggalinya.
“Kangmas, penjenengan kok nampak bengong? Kenapa?” tanya Dewi Rantami.
“Tidak apa-apa. Aku hanya mempertimbangkan barangkali mata air itu ada di dekat akar-akar pohon itu”.
“Mungkin, Kangmas. Yuk kita cari ke sana!”, ajak Dewi Rantami.
Jaka Wacana menyanggupi, dia lalu menggandeng tangan kiri Dewi Rantami.
Sedangkan tangan kanannya memegangi tongkat galih asem.
Mereka berdua berjalan bersama menuju ke arah utara dimana ada pohon Beringin besar yang tumbuh subur pada setiap cabangnya tumbuh akar gantung yang berjuluran tak terhitung banyaknya.
“Aiiiiittt... sialan! kakiku terpeleset”, seru Dewi Rantami.
Dilepaskannya tongkat galih asemnya yang menancap ke tanah di dekatnya.
“Ohh, kasihan. Kau sakit, Dewi?”, tanya Jaka Wacana sambil membangunkannya kembali, diusapnya dengkul sang Dewi yang berlepotan tanah basah, kainnya juga sedikit robek.
“Aku tidak apa-apa, Kangmas”, jawab Dewi Rantami menebahi baju dan jaritnya yang terkena pasir.