Kemudian matanya terbuka namun tanpa bola mata dan terlihat kosong. Badri terkejut bukan main dan segera melangkah menuju pintu dan menutupnya dengan rapat.
Jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Dari dalam rumah dirinya masih mendengar suara tertawa.
Terdengar sinis, samar-samar kemudian menghilang seiring tiupan angin di antara ranting-ranting bambu. (Seperti dikisahkan De Eka Putrakha di Koran Merapi) *