Sehingga Mbah Pokak terpaksa pulang sendiri dengan berjalan kaki. Saat akan menyeberang rel kereta api, Mbah Pokak sempat melihat kanan kiri terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada kereta yang lewat.
Malam itu perlintasan kereta api sangat sepi, penjaga palang kereta api sudah tidak ada. Padahal hari-hari biasanya banyak anak-anak muda yang nongkrong di dekat rel.
Ada tiga perlintasan kereta yang harus di lewati oleh Mbah Pokak. Pada saat perlintasan kereta yang ketiga, ia lupa tidak berhenti dahulu sembari melihat kanan dan kiri.
Ternyata ada satu kereta api jurusan Solo-Jakarta yang melintas. Sang masinis sudah membunyikan klakson lebih dari satu kali bahkan suaranya sampai tidak terputus, tetapi Mbah Pokak tidak mendengar dan tetap menyeberangi rel tersebut.
“Astaghfirullah al-azim, bagaimana ini” ucap sang masinis sebelum kereta api menyambar tubuh Mbah Pokak.
“Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun” ucap asisten masinis Kedua petugas tersebut menutup mata, karena mereka tidak tega melihat kereta yang dikendarainya menabrak pejalan kaki. (Seperti dikisahlan Anis Surya Trisanti UAD di Koran Merapi) *