harianmerapi.com - Dika kaget Gita yang sudah jadi istri masih kontak dengan mantan pacar dan bermesraan di tempat gelap. Padahal ia dengan Gita masih pengantin baru.
Mendengar percakapan Gita dengan Rendy yang seolah menjijikkan itu, Dika dengan perlahan dan hati-hati beranjak dari tempat persembunyiannya.
Ia ingin segera mengadu pada kedua mertuanya. Ketika mendapat laporan demikian, awalnya sang mertua mentertawakan dan balik menuduh Dika seperti mengada-ada.
Baca Juga: Lima Keistimewaan yang Dimiliki Seorang Perempuan di Mata Islam
Rasanya tidak mungkin kalau malam-malam begini Rendy yang mantan pacar Gita, nekat menyatroni ke rumah.
Lagi pula keberadaan Rendy sekarang sedang bekerja di Malaysia, jadi mustahil kalau Dika bilang bahwa Gita sedang ngobrol dan bermesraan dengan Rendy.
Tapi begitu Dika bersikukuh. Segera ia mengajak mereka berdua untuk membuktikan kebenaran omongannya.
Maka sang mertua pun jadi terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dengan spontan mereka berteriak:
"Hey, Gita!"
Gita pun menoleh ke arah mereka bertiga dengan ekspresi wajah biasa-biasa saja. Dengan geregetan bu Mirah pun nyelutuk: "Bicara sama siapa kamu, Gita?"
Baca Juga: Suami Setia 14: Kehidupan Baru Bersama Dua Istri yang Rukun, Kehadiran Anak Melengkapi Kebahagiaan
"Sama mas Rendyku ibu," jawab Gita bangga seolah tak melakukan hal yang ganjil.
Atas ucapan Gita yang demikian, membuat panik mereka bertiga. Dika pun berusaha menyadarkannya.
"Dengar Gita."
"Siapa kau, dan apa pedulimu?!" bentak Gita dengan sorot mata melotot tajam.
"Aku Dika suamimu, sayang."
"Tak sudi, huh!"
"Kenapa selama ini kau jadi begitu terhadapku, Gita?"
"Karena suamiku hanya mas Rendy seorang, maka kuminta mengertilah kau dan jangan bermimpi untuk mendapatkanku," timpal Gita ketus dan secara perlahan mulai hilang kesadarannya.
Mendapati Gita seperti itu, bu Mirah pun secara tak sadar berteriak lantang: "Tolong...tolong!"
Bersamaan dengan itu sejumlah jamaah yang pulang dari mengikuti pengajian umum di masjid melintas, dan mereka menghambur ke arah sumber suara. (Seperti dikisahkan Habibudin di Koran Merapi) *