Pak Diyo mengangguk dan menambah keterangannya: “Dan matanya mencorong merah, Pak”.
Dari peronda itu Pak Diyo baru faham jika dia telah berhadapan dengan makhluk halus penghuni pohon preh besar yang tidak jauh dari tempat tersebut.
“Yah, hati-hati saja, Pak lewat tempat ini. Tapi sampeyan begja. Ini merupakan firasat, sampeyan akan mendapat rezeki”, ujar petugas ronda tersebut.
Benar juga. Tiga hari kemudian, sore-sore ada seseorang datang ke rumah Pak Diyo. Memborong dagangan yang akan dijajakan malam itu.
Katanya, sate dan lontong itu diborong untuk pesta syukuran atas keberhasilan anaknya yang lulus dalam penerimaan pegawai negeri sipil. - semua nama samaran - (Seperti dikisahkan Andreas Seta RD di Koran Merapi) *