harianmerapi.com - Jumanto sebenarnya ragu bertemu dengan istri yang telah dikhianatinya. Namun dorongan untuk mengetahui anak, maka keraguan itu ditepisnya jauh-jauh.
Sesuai petunjuk yang diberikan pemilik warung makan, Jumanto pun berjalan menuju ke arah rumah Bonikem.
Sejenak ada keraguan dengan apa yang dilihat di depan ia berdiri. Sebuah rumah yang cukup mentereng, dan sepertinya belum lama dibangun. Jauh beda dengan kondisi masa lalu.
Baca Juga: Cerita Misteri Makhluk Halus Penghuni Dapur yang Suka Sekitar Wilayah Dada Perempuan
"Dulu rumah Bonikem tidak seperti ini bagusnya," kata Jumanto dalam hati. "Tapi pemilik warung tadi dengan jelas menunjukkan ke arah sini."
Keraguan Jumanto lantaran situasi dan kondisi rumah maupun lingkungannya amat sangat jauh berbeda dibanding saat ia tinggal dahulu kala.
Ketika itu rumah Bonikem yang ditinggal bersama ibunya, teramat sangat sederhana. Bahkan kalah dibanding dengan rumah para tetangga kiri kananya.
Baca Juga: Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak, Ini Lima Aspek yang Harus Diperhatikan
Namun yang dilihat Jumanto sekarang, rumah itu justru kelihatan menonjol dibanding yang lainnya. Terlihat juga deretan kamar-kamar, seperti layaknya tempat kos-kosan.
Meski masih diliputi rasa keraguan, Jumanto tetap saja masuk ke pekarangan rumah. Dipencetnya bel yang terpasang di samping pintu. Dada Jumanto berdegup lebih kencang, karena merasa akan bertemu dengan istri yang telah dikhianatinya.
Tapi Jumanto agak kecewa, ketika yang muncul dari balik pintu ternyata seorang perempuan yang berbeda. "Ini bukan Bonikem," batin Jumanto.
Baca Juga: HP Tersimpan di Kulkas Tiga Hari dan Rajin Ronda Keliling Demi Buah Mangga yang Lebih Manis
"Bapak mencari siapa?" tanya si perempuan, yang membuat Jumanto agak kaget tersadar dari lamunannya.
"Ooo...maaf, mau tanya apakah benar ini rumah Ibu Bonikem?" kata Jumanto tergagap.
"Benar, Pak. Mau perlu apa ya?"
Lega hati Jumanto. Ternyata sekarang Bonikem sudah menjadi orang kaya. Sama sekali tak disangka, karena dulu saat ia meninggalkan istrinya itu, salah satu pertimbangannya lantaran kondisi ekonomi yang sepertinya tak punya masa depan.
Namun sekarang justru kebalikannya. Dirinya tetap saja seperti dulu. Hanya pegawai kecil yang nasibnya bergantung pada kondisi majikannya, apakah ada proyek atau tidak. Jika ada proyek ya makan, kalau lama nganggur terpaksa harus ngutang sana ngutang sini.