harianmerpi.com - Jurig Jarian merupakan makhluk gaib yang dipercaya masyarakat Sunda sebagai hantu penunggu tempat sampah atau hantu sampah.
Banyak Cerita Horor tentang Jurig Jarian, teramsuk yang dialami Malik. Ia tak sengaja 'berkenalan' dengan Jurig Jarian penjaga kedai kopi.
Konon Malik sudah sah menjadi warga baru di ujung Timur. Meski rumahnya kecil, hal itu merupakan jerih payahnya untuk hidup mandiri bersama keluarga.
Baca Juga: Ritual Tepung Alam Eling Purwa 1: Memperingati Sebelas Tahun Erupsi Merapi 2010
Untuk kali pertama dirinya diajak ronda oleh Zainal yang merupakan tetangga terdekat. Waktu itu mereka mulai berkeliling desa pukul sebelas malam.
“Waduh! Serem juga ternyata kalau malam ya mas Inal?” pandangan Malik benar-benar bak kincir air, selalu bergerak mengamati gelap dan sunyinya keadaan. Disoroti arah kanan kiri dengan senter miliknya.
“Kalau siang memang tampak menyenangkan pak Malik. Lama-lama juga terbiasa. Awas ada lubang depanmu.”
Baca Juga: Rumahku Bukan Surgaku 7: Merajut Kembali Keharmonisan Keluarga
Malik terkejut salah satu kakinya mendadak terperosok ke dalam lubang tanah. Zainal tertawa melihat tingkah konyol tetangganya itu, suara tawanya mengubah keadaan menjadi lebih ringan.
“Pak Malik, senternya diarahin ke jalan saja, kan tahu kalau jalan desa ini perlu diperbaiki. Terus jangan nyenterin rumah warga, nanti dikira mau bertamu. Rata-rata jarak antarrumah dengan bangunan lain terlihat jauh, makanya kelihatan sepi,” terang Zainal.
Malik mengangguk dan memutuskan mengikuti Zainal. Sampailah mereka di sebuah pos kamling, telah ditunggu kehadiran dengan warga lain. Obrolan dan permainan kartu membuat malam semakin berjelaga, Malik pun sampai gelisah karena tak kunjung usai.
Baca Juga: Minum Es Dawet Kumpulan Sisa-sisa dan Lomba Pidato di Acara Resepsi Pernikahan
“Waduh, maaf pak Inal dan Bapak-bapak. Ini sudah jam setengah dua, takut istri saya khawatir. Mohon maklum.”
“Gapapa pak Malik, sebenarnya ini mau selesai. Tapi kalau mau duluan kami mengerti. Jalannya masih ingat kan? Awas ga usah mampir-mampir, ssenternya dirahin ke jalan ya.”
“Hah? Mampir-mampir? Enggaklah Pak. Mari Bapak-bapak.” Malik pergi meninggalkan orang-orang di pos kamling.