kearifan

Mengenal Sosok Semar 4: Bermusyawarah Sebelum Pusaka Kalimasada Ditanam di Puncak Gunung Balak

Kamis, 26 Agustus 2021 | 08:57 WIB
Pagelaran Wayang Semar Pers di plataran Candi Mendut dengan dalang Ki Muhyad dalam rangka Hari Pers Nasional. (Foto: Amat Sukandar)

Bagi sebagian orang Jawa, Semar bukan hanya sekadar tokoh wayang punakawan, tetapi sebagai suatu perumusan yang konkrit dalam menjangkau khasanah kehidupan nyata sehari-hari.

MESKI para sarjana Barat ada yang dengan tegas menyatakan bahwa Semar itu tidak pernah ada. Menurut mereka Semar hanyalah rekayasa orang Jawa untuk memperkuat kesan ‘ke-Jawa-an’ pada kisah-kisah Epos Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India itu.

Di daerah Magelang, sejarah awal masuknya agama Islam ke Tanah Jawa juga tidak terlepas dari legenda yang ada di tengah masyarakat daerah ini, yaitu peran ulama Syeikh Subakir, Syeikh Jumadil Qubro, Syeikh Maulana Maghribi, dan kerabatnya yang bertemu dengan Ki Semar di puncak sebuah gunung.

Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 1: Rumah Tangga Baru yang Sepi

Konon, para mubaligh dari Jazirah Arab ini mampu dan kuat masuk ke kawasan Tanah Jawa. Mereka memilih masuk ke Jawa bagian tengah lewat sebuah “gunung” yang letaknya tepat di tengah-tengah Pulau Jawa. Konon, kala itu daratan ‘Tanah Jawa’ sangat angker karena dihuni makhluk halus yang jahat.

Sebelum penghuninya - para makhluk halus beserta tentaranya itu - diusir dari Tanah Jawa, para mubaligh itu akan sulit menyebarkan agama Islam disini. Untuk melawan kekuatan makhluk halus yang jahat itu, dari Jazirah Arab mereka membawa sebuah “Pusaka Kalimasada” yang bisa mengalahkan para makhluk halus yang jahat itu.

Menurut riwayatnya, sebelum Pusaka Kalimasada ditanam di puncak Gunung Balak, Syeikh Subakir bermusyawarah dengan Kyai Semar di puncak sebuah gunung. Di puncak gunung inilah peti tempat menyimpan dan membawa Pusaka Kalimasada itu dibuka yang dalam bahasa Jawa: “pethi-ne diudhar”.

Baca Juga: Bisikan dari Sukun Growong 1: Hidup Sebatang Kara Merasa Nasibnya Buruk

Gunung tempat membuka peti itu kemudian dinamakan Gunung Tidar. Dari puncak gunung Tidar inilah kemudian Pusaka Kalimasada dibawa ke arah timur, sejauh 17 kilometer (yang kini tempat ini bernama Pakis), dan diusung ke puncak sebuah gunung untuk ditanam sebagai “tumbal kanggo wong sak alak-alak” (tumbal untuk orang banyak). Itulah sebabnya, tempat menanam tumbal ini sampai kini disebut “Gunung Balak.”

Penanaman “Pusaka Kalimasada” di puncak Gunung Balak oleh Syeikh Subakir dan kawan-kawannya, bermakna sebagai penancapan Kalimah Syahadat di jantungnya Tanah Jawa, sebagai tanda masuknya ajaran agama Islam bagi penghuni Tanah Jawa kala itu. Kalimah
Syahadat memperkenalkan Tuhan yang Esa, Tuhan yang pantas untuk disembah dan dipuja, Tuhan yang tak beranak maupun diperanakkan. Juga sebagai Tuhan tempat mengadu dan meminta.

Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 1: Banyak Teman Banyak Rezeki

Masih di daerah Kabupaten Magelang, terkait dengan tokoh Semar, ada sebuah monumen “Tugu Watu Kurung” yang dibangun secara gotong royong oleh warga penghayat kepercayaan Kejawen ‘Pahoman Sejati’ di dusun Wonogiri Kidul desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan.

Tugu setinggi 2,25 meter ini pembuatannya berawal dari ‘dhawuh’ (perintah) yang diterima Ki Reksajiwa, sesepuh adat warga ‘Pahoman Sejati’ dalam mimpinya, ketika Gunung Merapi murka akhir tahun 2010 yang lalu. (Ditulis: Amat Sukandar)

 

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB