Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa.
SALAH satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Wujud gambar Semar sangatlah sederhana. Tidak ada mahkota dan hiasan yang berlebihan. Kesederhanaan inilah yang mencerminkan sifat pribadinya, jujur dan benar. Sepi ing pamrih dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi atau punakawan satriya utama.
Badannya yang gemuk bermakna, meskipun hanya sebagai rakyat jelata dia bukan orang yang hina dan kurang pangan. Wajahnya yang menengadah menunjukkan sebagai orang yang optimis dalam menghadapi segala permasalahan hidup dengan bersandarkan pada rasa percaya diri dan kekuasaan Illahi.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 3: Kesuksesan Anak, Kebanggaan Orangtua
Dan yang menarik adalah ekspresi wajahnya yang “dualistis”, artinya tidak muda - tidak tua, tidak sedih – tidak gembira, ketawa atau menangis sama saja.
Wajahnya kadang-kadang pucat, kadang-kadang bersinar. Dia pun tidak menyandang senjata, karena senjatanya adalah kawaskithan dan kawicaksanan dengan ketajaman akal dan naluri terhadap nilai-nilai kebenaran. Dadanya yang membusung berisi sifat-sifat kesatria dan perwira.
Telinganya yang memakai suweng cabai merah merupakan kiasan agar manusia mau dan tahan mendengar pekik kritik kebenaran walau terasa pedas. Sikap jari telunjuk Semar juga menyerupai sikap jari telunjuk seorang muslim yang sedang duduk attahiyat dalam sholat.
Sedangkan tangan yang satunya sikap jari-jarinya seperti menggenggam sesuatu. Ini bermakna, sikap manusia yang selalu waspada, memiliki bekal dan jangan suka bersifat pamer.
Baca Juga: Mengenal Sosok Semar 1: Tokoh Bijaksana dan Sakti dalam Dunia Mistis Jawa
Bentuk tubuh Semar yang “bulat” ibarat matahari atau bulan yang dapat menerangi Arcapada, yang juga bermakna universalitas dan keabadian. Dan kesan wujud Semar secara keseluruhan adalah kabur atau samar-samar. Artinya, dia tidak seperti laki-laki sepenuhnya, namun juga bukan seperti perempuan pada umumnya. Meski dia juga bukanlah banci.
Banyak nama yang disandang oleh tokoh ini. Yang umum menyebutnya sebagai Kyai Lurah Semar. Nama ini mengandung pokok pengertian tentang kepribadian, peranan dan keberadaannya. Semar juga menyandang nama Dudha Manang Munung yang maknanya sebagai rakyat jelata yang hidup melajang tanpa keluarga dan tiada menentu asal dan tempat tinggalnya.
Ini juga mengandung arti bahwa Semar adalah moyang orang Indonesia asli, yang pada zaman dahulu hidupnya tidak menetap, selalu berpindah-pindah. Nama Badranaya juga disandangnya yang artinya “Yang menuntun kepada Cahaya-Nya”, dimana Semar adalah sebagai penuntun atau pemandu langkah manusia ke arah pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (Ditulis: Amat Sukandar)