harianmerapi.com - Tanpa pikir panjang Jono pun bergegas menghampiri perempuan mirip Marni itu. Ia sama sekali tidak lagi mengindahkan larangan bertapa di makam kramat.
Baginya Marni lebih penting dari segalanya. Ia tak peduli jika ia harus menanggung sial seumur hidupnya.
Karena baginya kesialan yang sesungguhnya adalah kehilangan Marni secara misteri. Jono menghampirinya sambil berteriak-teriak berharap Marni mendengar dan memaafkan kesalahan yang ia perbuat.
“Marni …Marni maafkan aku.”
Sialnya Marni justru memandangi Jono dengan tatapan tajam dan sambil tertawa terbahak-bahak. Tertawa Marni begitu nyaring dan menakutkan.
Tiba-tiba Jono tersadar perempuan yang ia lihat bukanlah Marni. Ia adalah kuntilanak yang berwujud Marni.
Tidak lama kemudian wajahnya berubah begitu menyeramkan. Wajahnya pucat pasi bola matanya yang bundar terus menatap Jono.
Jono pun segera mengambil langkah seribu. Ia berlari sekuat tenaga tak mengindahkan apa yang ada di depannya.
Tiba-tiba Jono jatuh tersungkur, ia tidak sadar ada akar besar yang menghalangi jalannya. Ia pun bangkit dan berlari kembali.
Sudah sekian jauh Jono berlari ia hanya berputar-putar saja tidak menemukan jalan keluar makam keramat. Ia pun mulai menyadari kesalahan yang ia perbuat.
Ia tidak berhasil menyelesaikan pertapaan. Karena pertapaan yang paling berat adalah godaan dunia. Jono tidak mampu melaluinya ia masih memikirkan kebahagaian dunia.
Cinta kepada Marni yang berlebih-lebih melebihi raganya menjadikan ia lupa diri. Ia begitu menyesal telah menyia-nyiakan Marni. Kini ia tidak lagi dapat bertemu Marni.
Baca Juga: Misteri Makam Keramat 3: Memutuskan untuk Bertapa, Terdengar Auman Harimau di Telinga