harianmerapi.com - Melihat aktivitas Marni yang sangat luar biasa, Bu Baroto memang bangga. Meski belum lulus kuliah putrinya itu sudah mampu memberikan banyak hal yang positif kepada banyak orang.
Namun pada sisi lain, sebagai seorang ibu, Bu Baroto sebagai orang tua juga diliputi rasa cemas. Seolah-olah Marni tak punya waktu lagi untuk keluarga.
Begitu banyak pekerjaan yang dilakukan Marni, sampai-sampai ia mengabaikan urusan pribadi. Dari bangun tidur di pagi hari sampai malam menjelang tidur, nyaris tak pernah ada waktu istirahat bagi Marni.
Baca Juga: Pengalaman Mistis Mancing di Hari Pasaran yang Salah Tiba-tiba Terasa Ada yang Aneh
Bahkan sekadar ngobrol santai pun tak pernah dilakukannya. Kadang sempat muncul kerinduan Bu Baroto, untuk bicara dari hati ke hati dengan putrinya yang kini sudah mulai menginjak dewasa itu.
Tapi untuk sekadar bertemu saja tak pernah ada kesempatan. Komunikasi mereka lakukan hanya sesekali saja dan jika ada keperluan yang cukup penting biasanya Bu baroto atau juga Marni meninggalkan pesan tertulis pada secarik kertas.
"Bagaimana ya Pak, Marni kok sepertinya tak pernah ada waktu lagi untuk keluarga. Ibu kangen sekali untuk ngobrol-ngobrol tapi Marni tak pernah memberi kesempatan," keluh Bu Baroto pada suaminya.
"Bapak sebenarnya juga punya pikiran yang sama dengan Ibu. Sebagai seorang perempuan, kasihan juga melihat Marni bekerja terlalu keras."
Baca Juga: Tujuh Manfaat dan Keutamaan Membaca Istighfar, Salah Satunya Membuka Pintu Rezeki
"Tapi Bapak juga melihat, seperti itulah karakter putri kita. Marni kelihatan menikmati dengan apa yang dilakukannya. Nanti kalau kita atur-atur, malah bisa tertekan dan tidak seperti yang diinginkannya," jawab Pak Baroto yang diam-diam selalu memperhatikan perkembangan Marni.
"Tapi apa ya akan kita biarkan saja?"
"Sebagai orang tua, kita bersikap tut wuri handayani saja. Kita senantiasa mengawasi, mendorong sambil berdoa agar putri kita diberi kelancaran dan jalan kebaikan dalam kehidupannya," kata Pak Baroto.
Meski tidak puas dengan jawaban suaminya, namun Bu Baroto tak bisa berbuat apa-apa. (Bersambung) *