HARIAN MERAPI - Ahli purbakala E.B. Vogler menetapkan pertanggalan pembangunan Candi Ngawen di Kabupaten Magelang pada periode tahun 812 – 836 M.
Sedangkan J. Dumarçay dan Nurhadi Magetsari menghubungkan Candi Ngawen ini dengan Tathagatha dalam aliran agama Buddha Mahayana seperti yang diterapkan pada candi-candi Buddha seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan dan Candi Sewu.
Seorang ahli purbakala asal Bali, R. Made Satyapara pernah menulis, dengan berakhirnya Kerajaan Mataram Kuna kira-kira tahun 925 M, keadaan dan sejarah Candi Ngawen tidak banyak diketahui.
Ada dugaan, candi ini juga menjadi korban mahapralaya letusan dahsyat Gunung Merapi. Kompleks percandian ini tertimbun material vulkanis dengan ketebalan sampai dua meteran.
Karena candi ini letaknya dekat sungai Blongkeng yang berhulu di lereng barat gunung tersebut.
Candi Ngawen juga mempunyai corak bangunan yang lain dengan candi-candi yang ditemukan di daerah Magelang.
Jan Fontein dalam bukunya ‘The Sculpture of Indonesia’ menuliskan, bangunan Candi Ngawen ini memiliki corak (style) khusus.
Di Candi Ngawen II ornamen dan hiasan candi dengan motif khas dan adanya gapura candi yang terpisah dengan badan candi.
Baca Juga: Candi Ngawen di Kabupaten Magelang saat ditemukan masih tertimbun material vulkanis Gunung Merapi
Adanya gapura candi yang terpisah itu dengan tujuan agar bangunan candi itu tampak lebih luas dan indah.
Denah kaki Candi Ngawen II berukuran 13,36 m x 12,82 m. Tinggi kaki candi 2,32 m dan penampil sisi timur berukuran 2,42 m.
Di atas kaki candi ada selasar yang mengelilingi badan candi selebar 1,10 m. Sedangkan gapura candi yang terpisah tersebut ukurannya, lebar 4,9 m, bagian pintu gapura 1,05 m dan tingginya 2,1 m.
Dalam relung-relung candi yang berukuran 84 cm X 36 cm dan kedalamannya 40 cm kini sudah tidak dijumpai arca-arca.
Di bilik candi ada arca Dyani Buddha Ratna Sambhawa duduk bersila dengan sikap tangan Varamudra. Arca ini bagian kepala sudah hilang.