“Lho, ini kan sudah tengah malam, kok, masih ada yang main gamelan?” kata Bapak tampak curiga.
“Sejak kemarin suara ini terdengar, Pak. Makanya saya milih pindah ke kamar Bapak sama Ibu. Serem dengarnya kalau sendirian,” jawabku sambil bergidik.
Baca Juga: Cerita horor Wahyu saat ikut study tour ke Bali, ketemu Leak Barak di kebon jati yang angker
Suara gamelan itu kali ini tanpa henti. Suaranya bernada mirip musik tarian yang teratur.
Kami bergidik. Kalau misalkan ini suara gamelan orang punya hajat, tak mungkin tengah malam seperti ini masih terus berlanjut.
“Suaranya kok, sepertinya dari makam situ ya, Pak?” tebakku takut-takut.
“Hush! Jangan ngaco, kamu!” Ibu sedikit membentakku.
Ya, tentu saja Ibu takut karena sekarang sudah tengah malam. Tapi mau tidak mau Bapak dan Ibu setuju dengan tebakanku.
Suara gamelan itu memang dari makam.
Keesokan harinya, kami mencoba mencari informasi tentang suara gamelan tengah malam pada tetangga-tetangga.
Kami yakin, mereka pasti ada yang tahu itu.
“Jadi kalian sudah disambut masuk kampung ini?” kata pemilik warung saat kami mencoba mencari tahu pada tukang warung.
“Disambut bagaimaana maksudnya?” tanya Bapak penasaran.
“Jadi suara gamelan itu memang dari makam itu. Di situ sejak dulu sering terdengar suara gamelan, terutama kalau ada pendatang atau warga baru. Mereka akan menyambut dengan suara-suara gamelan,” pemilik warung itu menjelaskan.
“Siapa yang main gamelan itu?” tanyaku sederhana.
