Tahlil Hadiningrat sendiri merupakan tahlil/doa bersama yang biasa dilakukan di lingkungan Kraton Yogyakarta.
Doa bersama tersebut juga berdoa kepada Allah SWT agar prosesi labuhan pagi harinya berjalan dengan lancar.
Pada Selasa (21/2) atau 30 Rejeb Ehe 1956 dilakukan serah terima uba rampe labuhan dari Kraton Yogyakarta kepada Bupati Bantul yang diwakili oleh Kepala Dinas Kebudayaan Bantul
kemudian uba rampe tersebut dikirab dari Kantor Kapanewon Kretek menuju Joglo Parangkusumo selanjutnya dilakukan prosesi labuhan.
Prosesi serah terima uba rampe disaksikan jajaran Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY dan kabupaten Bantul, pemerintah kalurahan Parangtritis, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat setempat.
Selanjutnya rombongan abdi dalem membawa ubo rampe menuju ke pendopo kompleks Cepuri Parangkusumo.
Sebelum dilabuh, ubo rampe diteliti dan dikemas oleh abdi dalem.
Kemudian, juru Kunci Cepuri Parangkusumo Wedhana Suraksa Jaladri beserta abdi dalem lainnya melaksanakan upacara di lokasi situs Cepuri dan dilanjutkan dengan prosesi labuh ubo rampe.
Mas Bekel Surakso Tri Rejo selaku abdi dalem juru kunci Mancingan Parangtritis menjelaskan, hajad dalem labuhan Kraton dilaksanakan dalam rangka pengetan jumenengan dalem Sri Sultan HB X yang setiap tahunnya rutin dilaksanakan.
Ubo rampe labuhan terdiri dari 12 pengajeng, 9 penderek, ageman seperti beberapa macam semekan (kain), lisah konyoh, uang, lorodan ageng kagungan dalem, serta rambut, kuku (milik Sri Sultan HB X) dan ubo rampe lainnya.
“Labuhan merupakan kegiatan budaya yang rutin dilakukan oleh Kraton Yogyakarta sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME."
"Selain itu sebagai pelestarian budaya yang mendapat pendampingan dan dukungan Dinas Kebudayaan DIY sehingga terlaksana dengan meriah dimulai dengan malam midodareni dengan pementasan kesenian dan wayang kulit, dan pagi harinya dilaksanakan labuhan di pantai Parangkusumo. ” jelas Mas Bekel Surakso Tri Rejo. *