Mendengar tangis iba yang semakin keras, kakek Pringgo tidak tega.
Lalu bergegas mendekati bocah laki- laki yang mempermainkan bola warna putih tersebut.
“Ayo cepat kembalikan! Itu bukan bola milikmu kan?”, teriak kakek Pringgo.
Mendengar teriakan kakek Pringgo, bocah laki- laki itu berhenti memainkan bola.
Berdiri tegak berhadap- hadapan dengan kakek Pringgo. Hanya berjarak satu setengah meter.
Bola dipegang dan dilekatkan di pinggang. Tangan yang satunya berkacak pinggang.
Seperti menantang. Melihat sikap bocah tersebut kakek Pringgo naik pitam.
Dengan gerakan cepat, bola berwarna putih itu dia rebut dari tangan bocah sableng itu.
Blug! Bola terjatuh di tanah.
Suaranya seperti benda berat.
Dalam hitungan detik bola berwarna putih itu berubah wujud menjadi tulang tengkorak kepala manusia atau...cumplung.
Meski kaget kakek Pringgo tidak gentar. Dia bukan jenisnya orang penakut.
Tahu akan dunia lelembut atau makhluk halus dari dunia astral yang kadang ada yang suka menggoda manusia.
Berbarengan dengan berubahnya bola warna putih menjadi cumplung, terdengar suara cekikikan dua bocah laki- laki bersahut- sahutan.