Penduduk Kampung Pulo di kompleks Candi Cangkung Garut tidak meninggalkan beberapa tradisi Hindu

photo author
- Sabtu, 31 Mei 2025 | 21:45 WIB
Arca Dewa Siwa berkendaraan Lembu Nandi di dalam Situs Candi Cangkuang. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
Arca Dewa Siwa berkendaraan Lembu Nandi di dalam Situs Candi Cangkuang. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)

HARIAN MERAPI -  Warga adat Kampung Pulo di kompleks Candi Cangkung Garut yang merupakan keturunan asli dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad, konon tidak boleh menambah kepala keluarga sehingga apabila ada warga adat yang menikah, harus membangun keluarga ke luar kampung.

Menurut cerita Munawar Anzar, juru pelihara Candi Cangkuang, yang dilansir laman indonesia.go.id, ketika anak laki-laki keturunan Embah Dalem Arief Muhammad disunat, diadakan pesta besar.

Acara tersebut dilengkapi dengan arak-arak sisingaan yang diiringi musik gamelan menggunakan gong besar.

 Baca Juga: Candi Cangkuang di Garut, pertama kali diungkap warga Belanda, Vorderman

Namun, saat itu tiba-tiba ada angin badai yang menimpa anak tersebut. Lalu terjatuh dari tandu, sehingga menyebabkan anak laki-laki itu meninggal dunia.

Anak laki satu-satunya dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad, menjadi pembelajaran dan membuat adanya tradisi serta aturan di kampung adat tersebut.

Beberapa aturan adat pun dijalankan sejak saat itu, seperti tidak boleh menabuh gong besar, dan tidak diperkenankan beternak binatang besar berkaki empat.

Lalu, tidak boleh datang ke makam keramat pada hari Rabu dan malam Rabu. Kemudian, tidak boleh menambah bangunan pokok, menambah kepala keluarga, dan mencari nafkah di luar wilayah desa.

 

Di satu sisi Munawar menjelaskan, masyarakat adat tetep boleh memakan atau menyebelih hewan besar berkaki empat seperti kambing, kerbau, dan sapi. Namun tidak diperkenankan untuk beternak.

Alasannya karena masyarakat Kampung Pulo mencari nafkah dengan bertani dan berkebun, sehingga takut hewan tersebut merusak sawah juga kebun mereka.

Selain itu juga, di daerah desa tersebut banyak terdapat makam keramat, sehingga ditakutkan hewan-hewan mengotori makam.

Sementara soal larangan ziarah pada hari Rabu dan malam Rabu, kata Munawar, pada masa agama Hindu, hari terbaik menyembah patung pada hari Rabu dan malam Rabu, pada hari itu pula banyak orang yang tinggal disekitar candi melakukan ibadah.

Baca Juga: Edukasi Mahasiswa di Yogyakarta, Easycash Ungkap Kunci Keuangan Bijak dan Reputasi Kredit Positif

Meski sudah memeluk agama Islam, penduduk Kampung Pulo tidak meninggalkan tradisi Hindu. Beberapa kegiatan pun masih dilakukan seperti halnya memandikan benda pusaka, syukuran, maupun memperingati maulid Nabi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Sumber: Indonesia.go.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X