Karena sudah masuk tahun keempat, si sulung Vino sedang mengerjakan skripsi. Sementara si bungsu, Tania, baru saja masuk di bangku kuliah. Meski harus super ngirit agar bisa menguliahkan anaknya, Wiwik tak bersedih. Ia justru bangga uangnya bisa bermanfaat untuk pendidikan.
Hal sebaliknya terjadi pada keluarga Santi. Anaknya Andi, setelah lulus SMA enggan melanjutkan kuliah. Ia memilih untuk bekerja. "Sudah capek bu sekolah terus," kata Andi kepada ibunya. Santi juga terlihat cuek dengan anaknya. Ia membiarkan anaknya tak kuliah dan bekerja menggunakan ijazah SMA.
Kehidupan Santi tetap 'wah' seperti sebelumnya karena uang yang seharusnya untuk biaya kuliah anaknya digunakan untuk beli perhiasan dan perabotan rumah tangga.
Setelah masuk ke jenjang pernikahan, kehidupan anak-anak Santi dan Wiwik mengalami perbedaan. Anak-anak Wiwik telah bekerja mapan dan memiliki keluarga yang baik.
Sementara itu, anak Santi akan bercerai. Karena kehidupan ekonomi yang tak menentu, istri dari Andi mengajukan gugatan cerai.
"Kamu harusnya cari kerja yang baik jadi bisa menghidupi istrimu. Lha kamu malah santai-santai di rumah," kata Santi mengingatkan anaknya yang akan maju ke persidangan agama.
Santi sangat bersedih melihat kehidupan anaknya. Apalagi saat melihat keluarga Wiwik dan anaknya yang sangat bahagia.
Rupanya gelimang uang yang ia berikan kepada anaknya saat remaja dulu berdampak tidak baik bagi kehidupan. Harusnya ia mendorong anaknya untuk sekolah setinggi-tingginya. Kini nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan memang selalu datang di akhir.
"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik." (HR. Al Hakim: 7679). (Oin)