HARIAN MERAPI - Cerita misteri tentang sosok misterius di Jembatan Mirit 1, pembeli dawet itu tiba-tiba menghilang.
Tugi tak lagi bisa tersenyum, ini sudah kali ketiga dagangannya sepi pembeli. Tak ada seorang pun yang berniat membeli cendolnya. Padahal Tugi juga tak kurang ikhtiar.
Sepanjang malam ia berdoa memohon limpahan rizki kepada Sang Pencipta. Entah apa yang terjadi, sejak tadi orang-orang hanya berlalu begitu saja. Padahal dawetnya terkenal enak, murah dan banyak.
Biasanya selalu habis tak tersisa sedikit pun. Dawet Tugi berbeda dengan dawet pada umumnya.
Dawet dengan warna hitam dengan tekstur kenyal serta berpadu dengan manisnya tape ketan menjadikan dawet Tugi begitu di gandrungi.
Bahkan sudah tersohor hingga luar kota. Tak heran ketika lebaran ataupun libur sekolah tiba banyak pembeli yang melarisi dagangannya.
Bertahun-tahun Tugi menjadi penjual dawet tak pernah ia mendapati keadaan demikian. Padahal selama ini segala kebutuhan hidupnya bergantung pada hasil penjualannya.
Kini ia harus memutar otaknya agar bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sampai detik ini sesungguhnya Tugi tidak ingin menyerah namun apalah daya jika hari ini jualannya tidak laku ia tak ada lagi modal untuk berjualan.
Ia terpaksa menyudahi usaha dawet yang telah dirintis keluarganya puluhan tahun yang lalu. Sesungguhnya berat bagi Tugi mendapati keadaan demikian.
Namun apalah daya Tugi harus tetep menjadi tulang punggung keluarga terlebih ayahnya kini sakit-sakitan. Mungkin ia akan mencoba peruntungan menjadi kuli bangunan jika terpaksa ia harus berhenti berdagang.
“Dawetnya Mas!” sapa Tugi pada salah seorang rekannya.