Karena itu, gapura masuk menuju Padukuhan Kregolan juga dibuat tanpa atap.
Demikian pula dengan kompleks makam Kiai dan Nyai Regol, pun juga dibuat tanpa atap. Tidak ada peneduh sedikitpun di makam ini. Apalagi, cungkup.
Konon, larangan membangun gapura beratap itu untuk menghormati Kiai dan Nyai Regol yang tidak ingin diistimewakan.
Sejumlah warga percaya, jika ada yang berani melanggar larangan itu bisa bernasib sial.
Baca Juga: Inilah tantangan jadi ibu dari anak 'Generasi Alpha' menurut Nagita Slavina
Sementara itu dari berbagai informasi yang dihimpun, Kiai dan Nyai Regol semasa hidupnya senang dengan kesenian wayang kulit dan ledhek.
Kesukaan Kiai Regol pada ledhek itu kemudian juga memunculkan kepercayaan tersendiri bagi sejumlah kelompok kesenian ledhek.
Nun pada zaman dulu, rombongan ledhek keliling harus pentas di depan makam jika secara kebetulan melintas di kawasan makam Kiai Regol.
Baca Juga: Kabar gembira, THR dan gaji ke-13 ASN cair sebelum Lebaran
Jika tak pentas di depan makam barang sejenak, dipercaya rombongan ledhek akan kesulitan mendapat tanggapan alias tidak laku.
Sebaliknya pula, ada sebagian orang yang bekerja di dunia hiburan percaya jika tirakat di Makam Kiai Regol bisa membuat laris.
Lepas dari mitosnya yang hingga kini masih dipercaya sebagian orang, makam Kiai Regol dan Nyai Regol masih dikeramatkan dan dijaga keberadaannya.
Baca Juga: Mengapa ritel modern enggan jual beras premium? Ini penjelasan dari Mendag
Saat ini seorang warga setempat juga tengah melacak jejak dan riwayat Kiai Regol tersebut, sebagai bahan pengetahuan sejarah Padukuhan Kregolan Seyegan Sleman. *