KEBIJAKAN pemerintah pusat yang berencana menaikkan tarif naik Candi Borobudur masih menjadi perbincangan hangat masyarakat. Umumnya mereka terkejut dengan kebijakan tersebut karena tak ada sosialisasi.
Hal paling menarik adalah pernyataan Kepala Wihara Mendut Biksu Sri Pannyavaro Mahathera. Ia setuju ada pembatasan jumlah pengunjung yang naik candi hingga 1.200 orang perhari, tapi tidak setuju dengan kenaikam tarif yang sangat tinggi.
Hal paling ironis, Sri Pannyavaro menyebut bila kebijakan itu diterapkan maka banyak umat Buddha yang tidak bisa beribadah di Candi Borobudur karena mereka umumnya masyarakat miskin.
Pernyataan ini sangat menohok pemerintah yang dalam hal ini diwakili Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Seperti diketahui Luhut-lah yang mengumumkan kebijakan tarif baru naik Candi Borobudur, yakni Rp 750 ribu bagi turis domestik dan 100 dolar AS bagi turis mancanegara.
Semua orang tahu bahwa Candi Borobudur adalah candi Buddha, sehingga ironis bila umat Buddha malah tidak bisa beribadah di candinya sendiri lantaran tak mampu bayar tarif Rp 750 ribu per orang.
Saking sabarnya, Sri Pannyavaro sampai menganologikan umat Buddha yang hendak beribadah di Candi Borobudur seperti halnya umat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji, harus antre panjang dan punya cukup uang, sehingga harus bersabar.
Baca Juga: PBHI Sebut Kolonel Priyanto Harus Bertanggung Jawab Bayar Restitusi Korban
Ia pun meminta pemerintah mengkaji kembali kebijakan tarif naik Candi Borobudur. Jangan hanya mereka yang punya uang saja yang bisa naik candi, atau jadi biksu dulu baru bisa naik candi.
Tentu ini sindiran yang sangat keras kepada pemerintah, sehingga sepatutnya diperhatikan dan diimplementasikan. Artinya kebijakan kenaikan tarif itu harus dibatalkan.
Terlebih, alasan yang disampaikan Luhut sangat tidak rasional. Kalau hanya ingin membatasi jumlah pengunjung yang naik candi mengapa harus menaikkan tarif, padahal cukup dengan menerapkan sistem kuota.
Baca Juga: Majelis Hakim: Terdakwa Kolonel Priyanto Merusak Citra TNI AD
Secara normatif, mungkin benar bahwa kebijakan kenaikan tarif tidak ada kaitan dengan ibadah agama Buddha. Namun, seperti disampaikan Sri Pannyavaro, alangkah nelangsanya bila umat Buddha yang miskin tidak bisa beribadah di candinya sendiri lantaran tak mampu membayar tarif naik candi. (Hudono)