SUNGGUH ironis, di negara yang kaya bahan baku minyak goreng (migor) tiba-tiba barang tersebut langka di pasaran.
Kalaupun ada, harganya melambung tak wajar. Karenanya pemerintah melakukan operasi pasar minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter.
Tapi, apakah dengan OP persoalan selesai ? Ternyata tidak, kelangkaan terjadi di mana-mana. Kalaupun ada, harganya mahal.
Baca Juga: Wujudkan Rumah Impian, Dekoruma Ajak Masyarakat Mulai dari Satu Sudut Dulu
Bahkan di pasaran ada modus taying atau pembelian bersyarat, yaitu kalau hendak membeli minyak goreng harus dengan paket lain, misalnya harus beli sabun merek ini itu, dan sebagainya.
Ini jelas praktik tak sehat dalam perdagangan. Sejumlah pemerintah daerah telah menegur toko atau penjual yang mempraktikkan taying. Tentu menjadi aneh, karena sebenarnya stok minyak goreng melimpah. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai penghasil bahan mentah minyak goreng sawit terbesar.
Menjadi tidak logis bila minyak goreng langka di pasaran. Agaknya pemerintah baru tersadar bahwa ada indikasi permainan spekulan minyak goreng. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi telah berkoordinasi dengan Polri dan Satgas Pangan untuk menelisik dugaan penyelewengan distribusi minyak goreng, hingga langka di pasaran.
Baca Juga: Tiga Serial Drama Korea Akan Tampil di Cannes International Series Festival 2022 di Prancis
Bahkan pemerintah bertekad akan menempuh jalur hukum terhadap mereka yang berbuat curang.
Bagaimana bila para spekulan ini ternyata pengusaha besar yang selama ini sudah memberi kontribusi bagi perekonomian nasional ? Seharusnya, hukum ditegakkan tanpa tebang pilih. Artinya, siapapun yang terlibat penyelewengan distribusi minyak goreng dan menyengsarakan rakyat harus diproses hukum.
Lebih dari itu, pemerintah harus transparan, jangan menutup-nutupi siapa yang terlibat penyelewengan. Begitu pula proses hukumnya harus dapat diakses masyarakat sehingga mereka dapat mengontrol penerapan hukum yang tidak tebang pilih. Sekaligus ini menjadi ujian bagi pemerintah sejauh mana konsistensinya dalam menegakkan hukum.
Kalau pemerintah sungguh-sungguh hendak memberantas spekulan sebenarnya sangat mudah, tinggal ikuti saja alur distribusi minyak goreng dari hulu ke hilir. Nanti akan ketahuan di titik mana distribusi tidak beres, dan di situlah penyimpangan terjadi.
Kalau hanya melihat di pasaran, tentu kurang lengkap datanya, karena sebelum barang sampai ke pasar sudah melalui proses panjang dan berliku.
Ada area abu-abu yang membuka peluang terjadinya penyimpangan, baik oleh distributor maupun spekulan, terutama yang bermodal besar. Memberantas spekulan yang memainkan harga minyak goreng tentu bakal didukung rakyat. Mereka yang menyengsarakan rakyat harus ditindak dan dikenai sanksi. (Hudono)