DI Jakarta Timur, tepatnya Jalan Pondok Kelapa Selatan, Duren Sawit, seorang suami W (41) nekat menghabisi nyawa istrinya sendiri. Gara-garanya sang istri ingin menikah lagi.
Keinginan tersebut disampaikan sang istri kepada W untuk meminta izin. Begitu mendengar keinginan tersebut W langsung naik pitam dan tak bisa mengendalikan diri hingga melakukan pembunuhan terhadap istrinya beberapa hari lalu.
Polisi pun telah menangkap W sebagai tersangka pelaku pembunuhan istri sendiri. Kasus ini tergolong menarik dan fenomenal. Karena sangat jarang peristiwa seorang istri meminta izin suaminya untuk menikah lagi. Wajar seandainya W tersinggung dan marah. Namun, sayangnya kemarahan itu ia lampiaskan dengan cara menghabisi nyawa istrinya.
Baca Juga: Cara Mengatasi Lampu Mobil Menguning dan Kusam, Mudah Dilakukan di Rumah dan Biayanya Murah
Barangnyakali sang istri berpikir daripada selingkuh, lebih baik meminta izin suaminya untuk menikah lagi. Padahal, dalam hukum perkawinan di Indonesia (UU No 1 Tahun 1974) tidak memungkinkan seorang perempuan menikahi lebih dari seorang pria atau dikenal dengan istilah poliandri.
Ini berbeda dengan pria yang memungkinkan untuk menikahi lebih dari satu orang perempuan dalam waktu bersamaan atau dikenal dengan istilah poligami. Agaknya, istri W terlalu jujur sehingga harus meminta izin kepada suaminya untuk menikah lagi. Tak tahunya keinginan itu malah mengantarkan nyawanya melayang.
Berbeda dengan pria yang dimungkinkan melakukan poligami, seorang perempuan dilarang melakukan poiandri, dan jika itu dilanggar akan membawa konsekuensi hukum. Perkawinan secara poliandri tidak diakui oleh negara, sehingga justru dikategorikan sebagai perzinahan. Jika demikian, maka tindakan tersebut malah dijerat Pasal 284 KUHP tentang perzinahan dengan ancaman hukuman sembilan bulan penjara.
Sedangkan bagi laki-laki yang hendak menikah lagi tentu harus memenuhi persyaratan undang-undang, dan mendapatkan izin Pengadilan Agama bagi orang Islam. Artinya, poligami diizinkan secara terbatas, yakni bila memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang. Misalnya, sang istri sakit-sakitan, tidak memiliki anak, dan sebagainya.
Kembali pada kasus di atas, tindakan W sangat berlebihan. Sang istri yang baru menyampaikan keinginan untuk menikah lagi dibunuh. Artinya, istri belum sungguh-sungguh melakukan niatnya, namun baru meminta izin, yang notabene tak mungkin diizinkan. Bahkan diizinkan sekalipun, tetap tak dapat dilakukan pernikahan poliandri.
Justru langkah terbaik adalah dengan bercerai, daripada malah membunuh. W kini malah dipersangkakan dengan pasal pembunuhan 338 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. (Hudono)