Dengan pemahaman seperti itu, maka bila perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 5 ayat (2) huruf l dan m, bila dilakukan dengan persetujuan korban, maka tidak masuk perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman.
Untuk itulah mengapa sejumlah kalangan termasuk Muhammadiyah menyatakan aturan tersebut justru melegalkan seks bebas. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Almuzammil Yusuf juga mempertanyakan hal itu, apakah kalau ada persetujuan dari korban, maka perbuatan tersebut diperbolehkan dalam pergaulan mahasiswa/i kampus di Indonesia ?
Baca Juga: Bu Guru Kok Jualan Pil Koplo
Kita sangat menyayangkan bila Pak Menteri tidak paham hal semacam ini. Ketika dikonfirmasi media, Nadiem Makarim justru terkejut, karena sama sekali ia tidak menyetujui seks bebas.
Boleh jadi, para pembantunya saat itu hanya menyodorkan konsep yang tidak detail sehingga Nadiem tidak sempat membacanya utuh. Semestinya, sebelum aturan dibuat dikaji dulu dari aspek hukum dan agama, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 sebenarnya tujuannya baik, mencegah kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, namun sayangnya membuka peluang munculnya seks bebas.
Padahal, secara agama perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (2) huruf l dan m, meski tidak ada paksaan dari korban, tetap dilarang, kecuali dilakukan pasangan suami-istri yang sah. Kiranya masih ada waktu untuk memperbaiki peraturan tersebut. (Hudono)