INI Peringatan bagi siapapun untuk berhati-hati ketika hendak membeli tanah. Ungkapan teliti sebelum membeli, kiranya sangat tepat dalam transaksi jual beli tanah. Apalagi, tanah adalah benda tak bergerak sehingga memerlukan prosedur khusus dalam peralihan haknya, termasuk melalui jual beli.
Agaknya, Dwi Priyanto (34), warga Dayakan, Pengasih Kulonprogo tidak berpikir sejauh itu, sehingga lebih banyak mengandalkan kepercayaan ketika melakukan transaksi jual beli tanah dengan NT (50), warga Sentolo yang juga anggota Satpol PP Kulonprogo.
Usai terjadi kesepakatan kedua belah pihak, Dwi Priyanto menyerahkan uang Rp 36,5 juta untuk pembelian tanah seluas 90 meterpersegi di Dusun Kleben Kaliagung Sentolo yang dijual NT.
Meski transaksi itu dilakukan di depan notaris, bukan berarti terbebas dari masalah. Pasalnya, diketahui bahwa NT bukanlah pemilik dari tanah yang dibeli Dwi. Singkat cerita, Dwi Priyanto membeli tanah yang bermasalah. Sebab, menurut informasi, tanah tersebut belum dibayar lunas oleh NT, kemudian dijual kepada Dwi Priyanto.
Baca Juga: Janda Muda Terkecoh Dokter Gadungan
Kasus pun bergulir ke ranah hukum pidana dan NT dilaporkan ke polisi atas tuduhan melakukan penipuan dalam jual beli tanah. Padahal, sebenarnya asal muasalnya antara pembeli dan penjual diikat hukum keperdataan, namun kemudian bergeser ke pidana karena ada indikasi si penjual berniat jahat, yakni menjual tanah yang bukan miliknya tapi diakui sebagai miliknya. Di sinilah sebenarnya terjadi penipuan menyangkut objek jual beli.
Mendaku barang yang bukan miliknya dengan maksud memperoleh keuntungan, padahal itu barang milik orang lain, adalah tindak kejahatan. Ini berbeda dengan perantara atau orang yang membantu menjualkan barang milik orang lain.
Sejak awal si perantara atau makelar tidak mengklaim bahwa barang yang dijual adalah miliknya, sehingga pembeli paham dan tidak merasa dicurangi. Bahwa kemudian perantara meminta uang jasa itu persoalan lain, dan lazim makelar memperoleh jasa atas usahanya.
Baca Juga: Selingkuh Kok Bawa Anak
Sedang yang dilakukan NT bukanlah kerja makelar karena sejak awal ia mengaku sebagai pemilik tanah, padahal bukan. Tindakan inilah yang masuk kategori kejahatan.
Apalagi ia telah menerima uang dari Dwi Priyanto, namun tidak bisa memberi kompensasi apapun, selain hanya janji memberi sertifikat sebagai bukti sah kepemilikan tanah.
Boleh jadi, notaris tidak mengetahui niat NT yang hendak menipu. Namun mestinya, notaris juga mengarahkan para pihak agar tidak ada yang dirugikan. Misalnya, para pihak diikat dengan perjanjian jual beli, namun uang jangan diserahkan seluruhnya sebelum sertifikat jadi. Bolehlah hanya menyerahkan uang panjar atau uang muka tanda jadi. Sedang dalam kasus di atas, begitu uang diserahkan, pembeli tak mendapatkan apa-apa. (Hudono)