Pernyataan Imam al-Ghazali itu, kiranya penting direnungkan bersama oleh umat manusia di planet bumi ini. Artinya, pandemi Covid-19, sebenarnya hanya implikasi saja dari wabah penyakit cinta dunia. Oleh karenanya, dalam bingkai menejemen krisis, perlawanan terhadap penyakit cinta dunia (termasuk pandemi Covid-19), perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama, perkuat keimanan, dengan penekanan pada orientasi kehidupan. Kehidupan di alam akhirat itu menjadi tujuan, sementara kehidupan dunia hanya terminal sementara. Ing donyo mung mampir ngombe.
Minumlah saripati tuntunan agama sebanyak-banyaknya. Atas rahmat-Nya, pastilah rasa haus dan lapar akan hilang. Suasana sehat, segar, dan bugar selalu melekat sebagai kenikmatan hidup. Sebaliknya, jauhkan dari aji mumpung, serakah, dan sesat arah. Kemuliaan hidup, bukanlah terletak pada pangkat, jabatan, dan harta-benda, melainkan pada kadar ketaatan terhadap kaidah-kaidah agama yang terhampar dalam berbagai segi kehidupan.
Kedua, sikap dan perilaku semua pihak hendaknya rasional, terukur, dan akuntabel. Kebijakan pemerintah, amatlah strategis, dan signifikan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku masyarakat. Kebijakan bantuan sosial, bantuan tunai, harga obat, tes PCR, PPKM dan lain-lain, perlu dievaluasi dan dikendalikan, agar efektif dan efisien. Bila ternyata ada sikap dan perilaku arogan, melampaui batas kewajaran, maka kepada pelakunya wajib ditindak tegas.
Baca Juga: Positif Covid-19 di DIY Naik Lagi, Sehari Tambah 1.175 Kasus
Ketiga, hidup bersama sebagai bangsa akan berlangsung harmonis bila dipimpin orang yang berjiwa sosial-kebangsaan. Pandemi Covid-19 sebagai masalah bersama, perlu dilawan bersama-sama. Di situ peran pemimpin amat besar dan menentukan. Proses interaksi dan komunikasi antara pemimpin dan masyarakat, hendaknya mampu membentuk persepsi, harapan, motivasi, serta rasa percaya diri, sehingga pandemi Covid-19 dapat diakhiri.
Keempat, nilai-nilai Pancasila (tercakup nilai religius dan nilai kultural) hendaknya dijadikan sandaran dan sumber motivasi dalam menejemen krisis. Di situ etika, moral, integritas, akhlak, menjadi amat penting diperhatikan, dan jangan disepelekan. Sekedar contoh, dipertanyakan, pantaskah di saat masyarakat menderita karena krisis multidimensional, ada orang-orang tertentu pamer foto diri, saling menghujat, berebut kekuasaan, korupsi bansos? Jawablah dengan hati-nurani. Pastilah diperoleh jawaban yang tuntas dan lugas.
Pembelajaran dari krisis mesti dilakukan semua pihak. Untuk para tokoh, pemimpinan, pejabat, kiranya sosok, kehidupan, dan nasihat-nasihat Imam al-Ghazali dapat dijadikan sumber pembelajaran. Semua pihak hendaknya mensikapi krisis pandemi Covid-19 dengan istiqomah, semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Baca Juga: Dana Tanggap Darurat Penanganan Covid-19 di Kulon Progo Tersisa 60 Persen
Allah berfirman: “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS.al-Baqarah: 269).
Bila saripati pentunjuk dalam ayat-ayat di atas benar-benar diinternalkan dalam jiwa, dipastikan para ilmuwan dan filosof yang tekun dan tawadhu, mampu memberikan nasihat-nasihat mujarab untuk menghadapi krisis multidimensional yang dihadapi semua umat manusia. Wallahu'alam.
*Penulis adalah Guru Besar Ilmu Hukum UGM