Setidaknya ada empat hal yang membuat anak mengalami kegagalan dalam pembentukan kepribadiannya;
(1) apabila orangtua mempunyai sikap yang netral dan kurang berminat terhadap pendidikan anak,
(2) perilaku orangtua yang mudah cemas, terlalu meneliti, seenaknya atau tidak menentu dalam membuat aturan dalam keluarga,
(3) orangtua yang acuh tak acuh terhadap pendidikan anak, serta
(4) tidak adanya semangat kerjasama dalam keluarga.'
Kondisi yang seperti ini merupakan tempat pembenihan yang paling utama bagi terbentuknya kepribadian anak-anak dan remaja yang tidak stabil, goyah dan cenderung destruktif dan impulsif.
Kedua, lingkungan sekolah.
Di dalam lingkungan sekolah, yang memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak adalah:
karakteristik anak itu sendiri, teman sebaya (peer-group), karakteristik pendidik dan tenaga kependidikan, interaksi dan metoda yang diterapkan serta fasilitas pendidikan yang tersedia.
Sebagaimana diketahui, tugas guru (pendidik) di sekolah tidak sekadar menyampaikan mata pelajaran dan memasukkan pengetahuan yang sebanyak-banyaknya ke otak anak.
Banyak guru yang merasa tugas utamanya hanya mengajar, meminta murid-murid untuk menguasai bahan ajar yang disampaikannya dengan baik.
Padahal seharusnya, guru di samping sebagai penyampai ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) juga sebagai pengelola pengajaran (director of learning) yang juga berperan untuk membentuk pribadi anak.
Untuk memasukkan nilai-nilai moral dan agama kepada anak, ada beberapa prinsip belajar yang harus diterapkan;
Pertama, prinsip kebermaknaan, yakni anak-anak akan termotivasi untuk mempelajari sesuatu dengan baik apabila sesuatu yang diajarkan itu bermakna bagi dirinya.
Kedua, prinsip prerikweit, yakni anak akan termotivasi mempelajari sesuatu yang baru apabila telah memiliki bakat sebelumnya.