KASUS polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo makin menarik diikuti. Setelah Kapolri membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut, kejanggalan demi kejanggalan mulai terkuak.
Bahkan Kapolri mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam dan untuk sementara jabatannya dipegang Wakapolri. Ini sebagai tindakan yang tepat agar yang bersangkutan fokus terhadap kasusnya.
Hal tak kalah menarik, penasihat hukum keluarga Brigadir J menemukan indikasi pembunuhan berencana terhadap kliennya. Ini terlihat dari luka-luka yang dialami kliennya, tak hanya luka tembak tapi juga bekas-bekas penganiayaan. Penasihat hukum menduga, penganiayaan terhadap Brigadir J dilakukan di dua tempat, yakni dari perjalanan Magelang-Jakarta dan rumah dinas Kadiv Propam.
Baca Juga: PSHT Salatiga berduka, banyak ucapan duka cita ramai di grup WA, ada apa?
Selama ini framing yang terbangun adalah baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam lantaran Brigadir J melakukan pelecehan seksual dan menodongkan pistol ke istri Kadiv Propam Polri sebagaimana pernyataan resmi Polri saat awal kasus mencuat.
Namun belakangan Kapolri membentuk tim khusus lantaran banyak pihak yang meragukan keterangan Polri.
Bahkan Menkopolhukam Moh Mahfud MD juga menilai janggal keterangan dan penanganan Polri terkait kasus tersebut. Mahfud pun meminta agar kasus polisi tembak polisi diungkap secara transparan, sebab akan mempengaruhi kredibilitas Polri dan pemerintah.
Sejauh ini polisi juga belum menetapkan siapa tersangka atas tewasnya Brigadir J. Apakah tersangka mengarah ke Bharada E, atau justru Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ? Semua tergantung hasil penyelidikan tim khusus yang dibentuk Kapolri.
Tim juga tak boleh mengabaikan temuan penasihat hukum keluarga Brigadir J yang mengindikasikan ada pembunuhan berencana. Semua memang harus dibuktikan, artinya tidak hanya menduga-duga. Pun tim bentukan Kapolri harus bisa menjelaskan hubungan sebab-akibat dari rangkaian peristiwanya sebagaimana yang diharapkan Menkopolhukam Moh Mahfud MD.
Kalau benar ada indikasi pembunuhan berencana, tentu kasusnya menjadi besar dan luar biasa karena melibatkan aparat penegak hukum. Apalagi, sesuai Pasal 340 KUHP, ancaman hukuman pembunuhan berencana adalah pidana mati. Tentu ini tidak main-main.
Baca Juga: Pemprov DKI pertimbangkan pengaturan waktu kerja untuk menghindari kemacetan di Jakarta
Polri harus terbuka, apapun yang terjadi pada kasus kematian Brigadir J. Tak perlu ada yang ditutup-tutupi, kecuali memang secara etis tak boleh dibuka. (Hudono)