Tanpa gairah yang kuat, kebutuhan seksual pasangan suami-istri tidak akan terpenuhi, walaupun mereka memiliki komitmen hubungan yang kuat dan saling memahami. Padahal kebutuhan seksual tidak dapat dipungkiri bagi individu yang sehat.
Baca Juga: Eks Barcelona Kumpul di Inter Miami, Giliran Jordi Alba Reuni dengan Messi dan Busquets
Keempat, kedekatan emosi + gairah – komitmen. Bentuk hubungan seperti ini biasanya muncul pada saat pasangan sedang saling jatuh cinta.
Pertasaan yang menggebu-gebu sangat mendominasi, sementara komitmen belum kuat. Tanpa komitmen, i’tikad baik kedua belah pihak tidak dapat dijamin.
Kelima, kedekatan emosi – gairah – komitmen. Manakala yang dimiliki pasangan suami-istri hanya kedekatan emosi, tetapi tidak ada gairah maupun komitmen, maka bentuk hubungannya lebih mirip dengan persahabatan.
Pasangan merasa nyaman, tetapi tidak bisa mendapatkan kepuasan seksual dan jaminan jangka panjang.
Keenam, gairah – komitmen – kedekatan emosi. Gairah yang tinggi tanpa komitmen dan kedekatan emosi akan membuat hubungan yang tercipta menjadi hubungan yang sifatnya fisik semata.
Padahal untuk membangan hubungan dengan jangka panjang dibutuhkan adanya komitmen yang tinggi.
Ketujuh, komitmen – kedekatan emosi – gairah. Komitmen pasangan suami-istri adalah bentuk penghormatan kepada perjanjian kokoh (mitsaqaan ghalidhan) sebuah perkawinan.
Tetapi tanpa kedekatan emosi dan gairah, hubungan yang terwujud adalah hubungan yang kering atau tanpa cinta.
Kondisi ini rawan menyebabkan pasangan suami-istri terjebak ke dalam munculnya orang lain (WIL/PIL), baik fisik maupun psikologis.
Keseimbangan antara tiga komponen ini sudah barang tentu tidak kaku. Ada suatu dinamika yang senantiasa berubah dan berkembang, mengikuti dinamika maghligai keluarga itu sendiri.
Semakin besar kesadaran suami-istri untuk menjaga keharmonisan dan keabadian keluarga, maka akan semakin besar juga keinginan untuk mengoptimalkan kehadiran tiga komponen di atas dalam kehidupan berkeluarga. *