syiar

Pengajian NgaSSo: Belajar Kejujuran Iman dan Etika Sosial dari Al-Baqarah 91-97

Sabtu, 20 Desember 2025 | 19:36 WIB
Jamaah mengikuti pengajian rutin NgaSSo di Alamo Homestay Nitiprayan, Sabtu (20/12/2025) sore. (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI - Pengajian rutin NgaSSo kembali digelar dengan suasana hangat dan penuh perenungan. Bertempat di lingkungan Alamo Homestay Nitiprayan, Sabtu (20/12/2025) sore, jamaah mengikuti kajian tafsir Al-Qur’an yang kali ini mengupas QS. Al-Baqarah ayat 91-97 melalui rujukan kitab Tafsir Al-Ibriz.

Kajian disampaikan oleh Ustadz Akhmad Eko, didampingi Widodo Brontowiyono selaku penanggung jawab NgaSSo.

Dalam penjelasannya, Ustadz Akhmad Eko mengurai bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang sikap sebagian Bani Israil yang mengaku beriman, tetapi pada saat yang sama menolak kebenaran yang datang kemudian, meskipun berasal dari Allah dan membenarkan kitab sebelumnya. Sikap ini, menurut Tafsir Al-Ibriz, bukan semata persoalan ilmu, tetapi persoalan kejujuran hati, kedengkian, dan kepentingan duniawi.

Baca Juga: Catatan Pengajian NgaSSo: Kesalehan yang Bertumbuh, Ilmu yang Dimuliakan

Pesan ini terasa sangat relevan dengan kondisi zaman sekarang. Di tengah masyarakat modern, sering kita jumpai fenomena selektif dalam menerima kebenaran: kebenaran diterima jika menguntungkan kelompoknya, dan ditolak bila dianggap mengancam posisi, status, atau kenyamanan. Agama, ilmu, bahkan ayat-ayat suci, terkadang diperlakukan seperti “alat pembenar”, bukan sebagai cahaya penuntun hidup.

QS. Al-Baqarah ayat 96 juga disorot secara khusus. Ayat ini menggambarkan manusia yang amat cinta kepada kehidupan dunia, bahkan berharap hidup seribu tahun, seolah umur panjang bisa menyelamatkannya dari tanggung jawab moral.

Dalam konteks hari ini, Ustadz Akhmad Eko mengingatkan bahwa obsesi berlebihan pada materi, jabatan, dan citra diri sering membuat manusia lupa pada kualitas iman, amanah, dan keadilan sosial.

Baca Juga: Sabar dalam hadits Nabi

Sementara itu, ayat 97 menegaskan kemuliaan wahyu Al-Qur’an yang diturunkan melalui Jibril sebagai petunjuk, pembeda antara benar dan salah, serta pembawa kabar gembira bagi orang-orang beriman. Pesannya jelas: kebenaran ilahi tidak boleh dipilah-pilah sesuai selera, melainkan diterima secara utuh dengan sikap tawaduk dan lapang dada.

Pengajian juga dihubungkan dengan keutamaan bulan Rajab, bulan mulia yang sedang kita masuki. Rajab disebut sebagai bulan haram, bulan untuk menata niat dan membersihkan batin. Amalan yang dianggap paling afdal bukan sekadar ritual tambahan, tetapi memperbanyak istighfar, shalawat, puasa sunnah (terutama Ayyamul Bidh, Senin–Kamis, dan tgl 1-10 Rajab), serta menjaga lisan dan akhlak sosial. Rajab adalah momentum memperbaiki relasi: dengan Allah, dengan sesama manusia, dan dengan diri sendiri.

Baca Juga: 4 Ayat memaafkan orang lain dan mengutamakan membalas berbuat baik pada yang menzalimi

Dalam pendampingannya, Widodo Brontowiyono menekankan bahwa pengajian NgaSSo tidak hanya bertujuan menambah pengetahuan keagamaan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran etis dan kesalehan sosial. Tafsir Al-Baqarah 91–97 mengajarkan bahwa iman sejati harus tercermin dalam sikap jujur, adil, dan berani menerima kebenaran, meski pahit bagi ego.

Pengajian sore itu ditutup dengan suasana hening penuh refleksi. Jamaah pulang membawa satu pesan penting: agama bukan sekadar identitas, melainkan komitmen moral. Dan bulan Rajab adalah waktu yang tepat untuk memulai kembali perjalanan itu—dengan hati yang lebih bersih dan niat yang lebih lurus. *

Tags

Terkini

Refleksi NgaSSo: dari Anak Sapi Emas ke Dewa Uang

Minggu, 19 Oktober 2025 | 06:52 WIB

Adam Turun ke Bumi, Hukuman atau Rahmat?

Sabtu, 27 September 2025 | 19:35 WIB

Kenapa Sulit Khusyuk dalam Shalat?

Sabtu, 13 September 2025 | 19:05 WIB

Bulan Muharam bulan istimewa bagi umat islam

Rabu, 25 Juni 2025 | 06:56 WIB