HANYA gara-gara senggolan berujung penganiayaan. Itulah yang terjadi di sebuah tempat karaoke kawasan Pasar Kembang Yogya Sabtu pagi pekan lalu. Masih belum jelas, siapa yang menyenggol dan siapa yang disenggol, BS (26), warga Gowongan Jetis Yogya menganiaya GD (22), warga Terban hingga luka di bagian dahi akibat pukulan benda tumpul.
Sebenarnya perselisihan di antara mereka sempat terhenti. Namun ketika korban meninggalkan tempat karaoke dikejar pelaku bersama temannya. Korban yang saat itu juga membawa teman dibawa ke sebuat tempat kemudian dianiaya. Berikutnya, setelah BS dan temannya pergi, korban melapor ke polisi dan mendapat visum dari rumah sakit.
Kasus ini semula hendak diselesaikan secara kekeluargaan atau lewat mediasi, Tapi entahlah, pelaku nampaknya tak mau menuruti keinginan korban, sehingga penanganan kasus berlanjut. Usut punya usut, pelaku adalah seorang residivis kasus yang sama, penganiayaan.
Baca Juga: Klarifikasi DPR soal KUHAP Baru Dinilai Terburu-buru, Ferry Irwandi Sarankan Judicial Review ke MK
Benarkah kasus ini dapat diselesaikan lewat mediasi ? Sepanjang korban memaafkan pelaku, dan tidak ada yang luka parah atau permanen, kasus dapat diselesaikan lewat mediasi. Namun pelaku justru enggan memenuhi keinginan korban, sehingga polisi melanjutnya proses penanganan.
Kasus ini sekaligus menunjukkan bahwa masalah sepele bisa berubah menjadi besar, bahkan berujung penganiayaan. Masalahnya menjadi rumit, apalagi nanti harus melewati persidangan demi persidangan, sehingga butuh waktu lama. Polisi juga masih mengejar teman pelaku yang diduga kabur.
Tempat karaoke atau hiburan terkadang menjadi ajang perselisihan, bahkan penganiayaan. Padahal, tempat seperti itu mestinya dijaga aparat keamanan. Dalam kasus di atas, masih belum jelas apakah saat itu ada petugas keamanan yang jaga. Kekerasan dalam bentuk apapun dan dilarang hukum.
Baca Juga: Benang Kusut Tambang Maluku Utara: Tumpang Tindih Izin, Manipulasi Tapal Batas, dan Perang Korporasi
Apakah mereka dalam keadaan mabuk, sehingga masalah kecil bisa menjadi pemicu tindak kekerasan ? Lagi- lagi belum ada keterangan resmi dari kepolisian. BS yang notabene seorang narapidana agaknya juga belum kapok berurusan dengan hukum. Apalagi terlibat dalam kasus serupa, yakni penganiayaan.
Mestinya, bila kasusnya dibawa ke pengadilan, hakim dapat menjatuhkan pemberatan hukuman. Mengapa ? Karena yang bersangkutan belum kapok dan mengulangi perbuatannya. Tindak pengulangan inilah yang menjadi faktor pemberatan hukum. Namun, masalah itu sepenuhnya menjadi kewenangan hakim. (Hudono)