HARIAN MERAPI - Kajian rutin NgaSSo (Ngaji Sabtu Sore) di Alamo Homestay Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Sabtu (13/9/2025), mengangkat tema yang sangat dekat dengan keseharian umat, 'Kenapa kok sulit khusyuk dalam shalat?'. Narasumber utama, Ustadz Eko Priyatno, membahas topik ini dengan merujuk langsung pada kitab klasik karya Imam al-Ghazali, Bidayatul Hidayah.
Sejak Januari 2023, forum NgaSSo yang diinisiasi dan ditanggungjawabi oleh Widodo Brontowiyono ini konsisten menghadirkan kajian yang menghubungkan khazanah kitab kuning dengan problem spiritual modern. Bahkan majelis ini sekaligus sebagai media gathering untuk merespons gejala kesepian yang sudah menggejala untuk warga DIY. Tidak heran bila jamaah terlihat antusias dan aktif berdialog, apalagi tema kali ini menyentuh pengalaman hampir semua muslim.
Ustadz Eko menjelaskan bahwa menurut Imam al-Ghazali, shalat sejatinya adalah jalan hidayah. Namun, shalat sering kehilangan ruh bila hanya dijalankan sebagai rutinitas gerakan lahiriah tanpa kehadiran hati. Khusyuk, kata beliau, adalah inti shalat. Tanpa khusyuk, ibadah yang semestinya menjadi mi‘raj seorang mukmin hanya berubah menjadi gerakan jasad belaka.
Al-Ghazali menekankan pentingnya adab batiniah: menyadari makna bacaan, merendahkan diri saat rukuk dan sujud, serta menghadirkan hati seolah-olah berdiri di hadapan Allah. Inilah kunci agar shalat benar-benar menjadi benteng dari perbuatan keji dan mungkar.
Widodo Brontowiyono, selaku inisiator NgaSSo, melengkapi penjelasan dengan menyebut beberapa temuan penelitian modern. Studi psikologi agama menunjukkan bahwa sulitnya khusyuk sering disebabkan pikiran yang mudah teralihkan (mind wandering), tekanan hidup, dan kelelahan. Faktor lain adalah kurangnya pemahaman makna bacaan shalat, serta lingkungan yang tidak kondusif.
Penelitian Journal of Muslim Mental Health (2017) bahkan menegaskan bahwa latihan kesadaran (mindfulness) sebelum shalat—misalnya dengan menarik napas dalam, menenangkan pikiran, dan menghadirkan rasa diawasi Allah (muraqabah)—dapat membantu meningkatkan fokus dan kekhusyu’an.
Dalam diskusi, Indah Sulastri, salah seorang jamaah menyampaikan betapa sulitnya berkonsentrasi. “Baru takbir, pikiran sudah lari ke mana-mana,” ujarnya, disambut anggukan setuju dari yang lain.
Sedangkan Siti Moza menanyakan bagaimana cara memvisualisasikan keberadaan Allah saat shalat, supaya bisa lebih khusyuk.
Menanggapi komentar atau pertanyaan tersebut, Ustadz Eko sampaikan bahwa tentu memvisualisasikan bentuk dan rupa Allah, tidak dibolehkan. Tetapi merasa ada kehadiran Allah itu yang lebih utama.
Baca Juga: Di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon, saat salat Jumat adzan dikumandangkan oleh tujuh Muadzin
Ustadz Eko dan Widodo sama-sama mengingatkan bahwa berdoa agar shalat diterima adalah salah satu resep penting. Dengan doa, hati dilatih untuk rendah dan tidak sombong dengan ibadah yang mungkin masih jauh dari sempurna.
Kajian NgaSSo kali ini meninggalkan pesan mendalam bahwa khusyuk bukan anugerah instan, tetapi buah dari mujahadah, latihan, dan kesadaran. Shalat yang khusyuk memang sulit, tapi justru di situlah letak perjuangan spiritual seorang muslim. *