BAGAIMANA mungkin seorang ayah tega mencabuli anak kandung sendiri ? Ada apa dengan laki-laki tersebut, apakah mengalami kelainan seks ? Itulah fakta yang terungkap di Kapanewon Playen Gunungkidul akhir Juli lalu.
Masyarakat pun heboh setelah mengetahui ulah laki-laki bejat inisial As (41) terhadap putri kandungnya sendiri. Korban, sebut saja Kencur (16) diduga telah menjadi korban kelakuan bejat ayahnya sejak yang bersangkutan duduk di bangku SD.
Mengapa kasus tersebut baru terungkap belakangan ? Korban telah lama memendam dan baru belakangan bercerita kepada ibunya tentang apa yang telah diperbuat sang ayah.
Baca Juga: Tragedi jatuh dari lantai 4, begini nasib siswi SMKN 3 Cilacap
Ironisnya, keluhan korban diunggah di media sosial dan dijadikan status, sehingga banyak warga yang mengetahuinya. Warga pun geram dan ingin menghakimi As. Namun aksi main hakim sendiri warga dapat dicegah, selanjutnya pelaku diamankan polisi.
Kasus ayah mencabuli anak kandung memang bukan sekali ini terjadi. Soal penyebabnya, bisa beragam. Ada yang karena kesepian ditinggal istri, ada pula yang memang mengalami kelainan seksual. Semua faktor penyebab tersebut sama sekali tidak menghapus pidananya. Artinya pelaku tetap dijerat pidana.
Dalam kasus di atas, As tidak ditinggal istri, bahkan mereka tinggal bersama. Anehnya, peristiwa asusila yang telah berlangsung bertahun-tahun itu baru terungkap belakangan. Itupun karena korban sudah tidak kuat menutup-nutupi perbuatan bejat ayahnya. Tindakan polisi yang menahan As sudah tepat, karena bila tidak, yang bersangkutan bisa mengulangi perbuatannya.
Baca Juga: Eks napi terorisme hadiri upacara HUT ke-80 RI, berikut pesannya
Ini tidak sekadar menyangkut kasus asusila, melainkan juga terkait masalah sosial-ekonomi. Sebab dengan dihukumnya pelaku, masuk penjara misalnya, maka tanggung jawab As sebagai kepala keluarga pencari nafkah tak dapat dijalankan. Korban pun secara ekonomi dirugikan.
Dalam kondisi demikian, negara melalui perangkatnya, yakni Dinas Sosial, harus hadir membantu korban. Jangan sampai korban bernasib sudah jatuh masih tertimpa tangga.
Pemidanaan memang tidak bisa menyelesaikan semua masalah, bahkan bisa menimbulkan masalah baru, seperti pada kasus di atas, yakni terkait tanggung jawab nafkah keluarga yang tidak dapat dijalankan. Dalam kaitan itu, Dinas Sosial setempat dapat memberi bantuan, baik yang bersifat pendampingan maupun terkait kebutuhan primer yang dibutuhkan korban.
Bila kasusnya sudah sampai pengadilan, tak tertutup kemungkinan hakim akan menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri di samping pidana pokok penjara. Dengan hukuman itu, pelaku tak lagi bisa mengulangi perbuatannya. (Hudono)