Apabila anak didik dibiasakan untuk memiliki karakter yang mulia sejak usia dini, maka karakter yang baik dan positif itu akan mempribadi dalam arti akan dimilikinya secara lebih kuat dan relatif permanen.
Ketiga, ibrah dan amtsal. Yang dimaksud dengan ibrah (mengambil pelajaran) dan amtsal
(perumpamaan) adalah mengambil pelajaran dari beberapa kisah teladan, fenomena, peristiwa-
peristiwa yang terjadi baik kejadian di masa lampau maupun masa kini.
Dari sini diharapkan anak akan dapat mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa, baik peristiwa yang berupa musibah maupun pengalaman-pengalaman hidup yang lain.
Keempat, pemberian nasihat (mauidhah). Yang dimaksud dengan mauidhah adalah pemberian
peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan
membangkitkannya untuk mengamalkan kebaikan yang diyakininya itu.
Mauidhah mengandung dua unsur penting; yakni: (1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dan (2) dosa yang muncul dari adanya larangan baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Kelima, pemberian janji dan larangan (targhib wa tarhib). Targhib adalah janji yang disertai
dengan bujukan dan membuat seseorang senang terhadap sesuatu maslahah, kenikmatan, atau
kesenangan akhirat yang pasti dan penuh keabadian, serta membersihkan diri dari segala dosa
(kotoran) yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal-amal kebaikan.
Tarhib adalah ancaman yang diberikan kepada seseorang agar dirinya tidak melakukan pelanggaran nilai-nilai agama semisal tanggung jawab yang akan membawa kepada dosa dan kesesatan hidup.
Keenam, kedisiplinan. Penanaman nilai-nilai karakter positif dengan kedisiplinan
membutuhkan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan dimaksudkan seorang pendidik harus
memberikan sanksi pada setiap pelanggaran yang dilakukan anak.
Kebijaksanaan mengharuskan seorang pendidik (orang tua) untuk memberikan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran tanpa dihinggapi adanya emosi maupun dorongan-dorongan lainnya. Ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan kepada anak ketika mereka melakukan pelanggaran. Hukuman diberikan bagi anak yang telah berulangkali melakukan pelanggaran dan mengabaikan peringatan yang telah diberikan orang tua.*
Penulis : Dr. Drs. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Psikologi Pendidikan FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua,
Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta, Wakil Ketua Forkom Komite Madrasah,
Aliyah Se-DIY, Dewan Pakar BP4 Kota Yogyakarta