HARIAN MERAPI - Islam mengajarkan sopan santun dalam berbicara. Selain berbicara yang baik, juga harus dengan suara yang lemah lembut.
Suara itu harus lebih rendah dari Rasulullah SAW, tidak boleh lebih tinggi darinya. Ancamannya adalah pahala yang terhapus.
Apalagi berbicara misuh, bersumpah serapah dengan kata-kata yang kotor. Jelas ini tidak diperbolehkan. Kata-kata yang disampaikan adalah cerminan hati dan akhlak manusia.
Sopan santun dalam berbicara itu diatur dalam Al Hujurat ayat 2. Allah berfirman
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ ٢
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah meninggikan suaramu melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain. Hal itu dikhawatirkan akan membuat (pahala) segala amalmu terhapus, sedangkan kamu tidak menyadarinya.(Al Hujurat ayat 2)
Dalam tafsir Al Mishbah, Qurais Shihab menuliskan 'Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengangkat, yakni mengeraskan suara kamu di atas yakni melebihi suara Nabi Muhammad SAW pada saat terjadi dialog antara kamu dan beliau.
Baca Juga: Hebat, 8 siswa SMA Muhi berhasil menaklukkan Gunung Rinjani NTB, ini kisahnya
Dan jangan juga kamu memperjelas kepadanya suara dari ucapan kamu pada saat beliau diam, sebagaimana jelasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain.
Ini adalah peringatan supaya tidak hapus nilai atau pahala amal-amal baik kamu sedangkan kamu tidak menyadari keterhapusan itu.
Dikisahkan ayat ini turun sebagaimana disampaikan ‘Abdullāh bin Zubair memberitahukan kepadanya bahwa telah datang satu rombongan dari Kabilah Bani Tamīm kepada Rasulullah saw.
Abu Bakar berkata, “Rombongan ini hendaknya diketuai oleh al-Qa‘qā‘ bin Ma‘bad.”
‘Umar bin Khaṭṭāb berkata, “Hendaknya diketuai oleh al-Aqra‘ bin Ḥābis.”