Abu Bakar membantah, “Kamu tidak bermaksud lain kecuali menentang aku.”
‘Umar menjawab, “Saya tidak bermaksud menentangmu.”
Maka timbullah perbedaan pendapat antara Abu Bakar dan ‘Umar sehingga suara mereka kedengarannya bertambah keras, maka turunlah ayat ini.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa setelah turunnya ayat ini Sayyidina Umar tidak berbicara di hadapan nabi kecuali dengan suara perlahan sampai-sampai Nabi SAW sering bertanya karena tidak mendengarnya.
Dan dalam riwayat Al-Hakim dinyatakan bahwa Sayyidina Abu Bakar bersumpah di hadapan Nabi SAW demi Allah SWT yang menurunkan Al Quran bahwa beliau tidak akan bercakap dengan Nabi SAW kecuali seperti percakapan seorang yang menyampaikan rahasia kepada rekannya.
Larangan mengeraskan suara di hadapan Nabi SAW itu tidak berarti bahwa orang yang suara normalnya memang lebih keras dari pada suara Nabi SAW menjadi terlarang bercakap-cakap dengan beliau.
Sahabat Nabi SAW, Ṡābit bin Qais yang suaranya tinggi tadinya memahaminya demikian sehingga beliau tinggal di rumahnya sambil menduga bahwa amalnya telah hapus dan dia menjadi penghuni neraka.
Tetapi nabi menyampaikan bahwa bukan hal itu yang dimaksud dan bukan terhadapnya ayat ini turun, dia penghuni surga, demikian sabda Nabi diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Anas Ibnu Malik.
Tidak juga ini berarti larangan mengeraskan suara pada saat-saat dibutuhkan misalnya adzan atau pengumuman tentang sesuatu.
Seperti halnya Abbas paman nabi yang mempunyai suara demikian keras sehingga beliau diperintahkan Nabi SAW untuk berteriak guna memberi informasi kepada pasukan pada saat-saat kemelut dalam perang Hunain.
Konon suara Abbas yang sedemikian keras sehingga suatu ketika kandungan seorang ibu gugur akibat teriakan beliau.
Dalam penjelasan Quraish Shihab menyampaikan jangan kamu memperjelas kepadanya ucapan sebagaimana jelasnya sebagian kamu terhadap sebagian yang lain.
Sebagian ulama memahami dalam arti jangan memanggil Nabi SAW seperti sebagian kamu terhadap sebagian yang lain misalnya Ahmad, Muhammad dan sebagainya. Panggil Nabi Muhammad SAW dengan panggilan penghormatan sebagaimana Allah memanggil beliau yakni Ya Ayyuhan Nabi, Ya Ayyuhar Rasul.
Ini sejalan dengan Firman-Nya yakni jangan kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. Surah An-Nur ayat 63.
Banyak ulama memahami ayat ini sebagai ancaman yakni melanggar tuntunan ini dapat mengantar kepada terhapusnya amal.