(3) mengenalkan kepada anak sesuatu yang ditakutinya dan mengajarinya untuk bertawakkal
kepada Allah Yang Maha Kuasa, (4) memberikan sugesti dengan menanamkan keyakinan bahwa iman kepada Sang Maha Pencipta merupakan pendorong utama menjadi anak pemberani, dan
(5) menyampaikan konsep makhlk Allah yang beraneka ragam yang semuanya serba penuh keindahan dan keselarasan serta tidak menakutkan.
Kedua, mengatasi perasaan marah pada anak. Anak marah dapat diekspresikan dengan kata-
kata makian, menjatuhkan atau merusak benda-benda di sekitarnya sampai mogok makan atau
berdiam diri penuh kejengkelan.
Hal ini kalau tidak segera diatasi akan mengakibatkan permusuhan anak dengan orang tua. Berbagai penyebab anak marah adalah karena adanya pembatasan gerak anak, beban yang terlalu berat yang tidak mampu untuk menanggungnya, mengisolir anak dari sesuatu yang
disenanginya semisal gadget dengan aneka game yang penuh variasi atau pemaksaaan sesuatu kepada anak yang tidak dicocoki anak itu sendiri.
Untuk mencegah dan mengurangi kemarahan anak perlu diperhatikan hal-hal berikut ini: (1) tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya, (2) ciptakan ketenangan emosi anak dengan menciptakan komuikasi yang harmonis antar anggota keluarga,
(3) hindarkan bentakan dan pukulan ketika orangtua marah kepada anak, (4) gunakan cara-cara persuasif dan sesekali dengan pemberian hadiah ketika memerintah anak, dan (5) ajaklah mendekati air (wudhu) ketika anak marah.
Ketiga, pasaan cemburu anak. Cemburu pada anak merupakan perpaduan antara rasa marah,
takut dan cinta. Kecemburuan itu timbul karena anak merasa kurang diperhatikan oleh ibunya akibat kelahiran adik baru yang dirasa sebagai pesaing untuk mendapatkan kasih sayang dari ibunya.
Timbul rasa cembu dan saki hati kepada adiknya. Untuk mengatasi rasa cemburu anak yang seperti ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) seorang ibu tidak boleh membeda-bedakan antara anak yang satu dengan lainnya, juga ketika memanjakan si kecil jangan terlalu ekstrim dalam menunjukkan cintanya, (2) perhatian anak dialihkan kepada sesuatu yang dapat menyibukkannya dan keasyikannya.
Misalnya ketika akan meneteki si kecil, maka kakaknya didorong untuk bermain dan melukis atau permainan lain yang menyenangkan anak.
Keempat, kebiasaan berdusta pada anak. Berdusta pada anak merupakan peniruan dari orang
dewasa di sekitarnya. Cara praktis untuk mengatasi masalah ini adalah: (1) doronglah anak untuk bersikap jujur dengan memberikan hadiah ketika anak dapat menghentikan kebiasaan berdusta itu,
(2) sewaktu-waktu berilah pujian dan sanjungan dengan penuh kejujuran dan keikhlasan sehingga anak-anak yang suka berdusta juga meniru untuk berlaku jujur, (3) ceritakanlah kebencian Allah SWT terhadap orang-orang yang senang berdusta, dan
(4) mengawasi secara intensif setiap perilaku anak, sehingga ketika nampak gejala anak akan berdusta segera dapat dicegah dan dinasehati secara lebih dini. Ingat, upaya preventif lebih baik daripada kuratif yang sangat memberatkan itu.*
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY